MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Para ilmuwan sosiologi umumnya mengklasifikasikan Muhammadiyah sebagai sebuah gejala perkotaan karena Muhammadiyah lebih banyak beraktivitas dan merangkul orang-orang kota dibandingkan bergerak di pedesaan.
Namun menurut Ketua Pusat Studi Muhammadiyah UMY, Bachtiar Dwi Kurniawan, hal ini tidak sepenuhnya benar. Pasalnya, meskipun Muhammadiyah memusatkan gerakannya di perkotaan, tetapi Muhammadiyah sejak awal telah rajin membangun lembaga pendidikan, sosial, dan kesehatan hingga daerah-daerah terpencil dan pelosok di seluruh Indonesia.
Dalam forum Muktamar Talk TvMu, Jumat (2/9), dia lalu mengutip banyaknya amal usaha Muhammadiyah seperti sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi yang dibangun di daerah non-perkotaan dan menjadi satu-satunya alternatif bagi masyarakat setempat.
“Di benak saya, saya gak tahu bagaimana kok Muhammadiyah punya inisiatif kreatif mendirikan sekolah di situ (daerah pelosok) agar orang-orang di situ mengenyam pendidikan. Jadi (di situ) nggak ada sekolah negeri, yang ada sekolah Muhammadiyah. Jadi Muhammadiyah hadir di sana, Muhammadiyah membangun Indonesia itu salah kalau muh itu gejala kota,” jelas Bachtiar mengenang pengalamannya berkunjung ke beberapa pulau dan pelosok di Indonesai.
Aksi Muhammadiyah yang telah lama itu, kata dia selanjutnya dilembagakan lewat amanah Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar untuk fokus membangun daerah terluar atau 3 T. Mengingat kapasitas Pimpinan Wilayah maupun Pimpinan Daerah terbatas, maka untuk membangun amal usaha, Muhammadiyah melaksanakannya dengan ta’awun atau gotong royong dari semua elemen AUM yang sudah mapan.
“Ketika Tanwir di Ambon (2017) dicanangkan berdirinya Universitas Muhammadiyah Maluku. Kalau itu disandarkan pada PWM Maluku, tidak sanggup, maka seluruh elemen di Muhammadiyah oleh Persyarikatan diminta untuk bertaawun,” jelas Bachtiar yang juga Sekretaris MPM PP Muhammadiyah.
Lebih lanjut, Bachtiar menegaskan bahwa pendirian berbagai lembaga tersebut juga tidak sekadarnya. Bahkan kualitasnya terus dibangun agar mencapai kualitas dan akreditasi terbaik. Tujuan pragmatis dari pembangunan ini menurut Bachtiar adalah agar setiap orang Indonesia memperoleh pendidikan yang layak sehingga dampak kepada kehidupan sosial, ekonomi, dan kualitas demokrasi masyarakat setempat bisa ikut terbangun.
“Jadi institusionalisasi dari amal saleh Muhammadiyah pada pendidikan, sosial, dan kesehatan itu sudah jadi citranya Muhammadiyah. Sekarang Muhammadiyah ke depan didorong tidak hanya fokus pada kuantitas atau pemerataan akses, tapi ke depan adalah lompatan untuk meningkatkan kualitas,” ujarnya.
“Jadi Muhammadiyah bukan gejala kota. Muhammadiyah membangun Indonesia itu dari pinggiran,” tegas Bachtiar. (afn)