MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Prof. Kuntowijoyo sosok lengkap, yang dikenal sebagai budayawan, sastrawan, sejarawan termasuk juga dikenal sebagai cendekiawan muslim yang mengusung ilmu sosial profetik merupakan gagasan yang memberi pengaruh besar terhadap corak perkembangan keislaman di Indonesia.
Sosok kharismatik yang akrab dengan sebutan pak Kunto atau Prof Kunto ini semasa hidupnya juga memiliki kedekatan dan menjabat di struktural Muhammadiyah. Pada Kongres Sejarawan Muhammadiyah edisi perdana tahun 2021, Prof. Kunto menjadi satu di antara lima tokoh lain yang menerima Life Achievement Awards.
Pak Kunto sendiri lahir di Bantul lebih tepatnya di Kecamatan Sanden pada 18 September 1943, dan meninggal pada 22 Februari 2005 di usia 61 tahun. Ia meninggalkan gagasan besar bagi pengembangan ilmu sosial di Indonesia, melalui idenya tentang Ilmu Sosial Profetik (ISP).
Peminat Sejara Muhammadiyah, Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi dalam paparannya menuturkan bahwa, Pak Kunto sampai saat ini terasa masih hidup terlebih di tengah-tengah mahasiswa sejarah. Itu disebabkan karena banyaknya gagasan yang dibukukan dan masih relevan untuk digunakan pada pembelajaran mahasiswa sekarang.
“Amal jariyahnya Pak Kunto ini tidak berhenti, karena buku itu buku pengantar ilmu sejarah dan royalty bukunya didedikasikan bagi Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah (BKMS), dan kami selalu menjadi murid Pak Kunto meski tidak pernah bertemu secara fisik,” tuturnya pada (13/12) di acara Kapita Selekta Dakwah “Perjuangan Dakwah Prof. Dr. H. Kuntowijoyo oleh Ponpes Budi Mulia.
Perhatian besar Pak Kunto terhadap sejarah itu juga mengilhami adanya Kongres Sejarawan Muhammadiyah edisi perdana yang diselenggarakan pada 27 hingga 28 November 2021 lalu. Kongres Sejarawan Muhammadiyah tersebut juga bagian dari amanat Pak Kunto terkait dengan penyegaran organisasi Muhammadiyah.
“Inspirasi dari Pak Kunto ini yang kemudian kita dorong jadi Kongres Sejarawan Muhammadiyah kemarin,” ucapnya.
Ghifari menjelaskan, bahwa dipilihnya Pak Kunto sebagai penerima Life Achievement Awards pada Kongres Sejarawan Muhammadiyah merupakan usaha Muhammadiyah ‘merebut’ narasi. Bahwa Pak Kunto bukan hanya sastrawan, maupun budayawan, tapi beliau juga seorang yang lahir secara akademik sebagai sejarawan.
Menurutnya penting bagi untuk mengingat Pak Kunto sebagai sejarawan, termasuk posisinya sebagai cendekiawan muslim, dan terlebih bagi persyarikatan. Bagi Persyarikatan Muhammadiyah, Pak Kunto merupakan sosok kader, pimpinan, dan tokoh Persyarikatan Muhammadiyah yang jangan sampai publik tidak mengetahui ini.
“Tidak boleh orang tidak tahu dan ataupun melupakan identitas Pak Kunto yang ini, sehingga kami merasa penting untuk mendorong beliau di dalam kongres kemarin untuk kembali memperingat lagi warisan-warisan Pak Kunto,” ungkapnya.
Ghifari mengakui, meski karya sastra Pak Kunto lebih dikenal ketimbang karya akademiknya sesuai peminatannya, yaitu tentang sejarah. Namun Ghifari menyebut bahwa karya akademik Pak Kunto tentang sejarah sampai sekarang masih menjadi rujukan utama atau bisa disebut sebagai ‘buku babon’ di kalangan mahasiswa sejarah.
“Sehinga memang tidak bisa kami merasa ingin selalu mengenang Pak Kunto sebagai sejarawan ini juga berat, karena beliau juga sebagai ilmuwan, beliau juga sebagai intelektual muslim, sebagai budayawan, sastrawan ini juga dimensi lain dari beliau,” tutur Ghifari.