MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dalam kehidupan keumatan kita, benih yang bisa membuat pecah ialah perbedaan paham dan praktik agama yang tidak disertai dengan toleransi/tasamuh.
Menurut Haedar Nashir, benih tersebut harusnya sudah hilang dan punah seiring dengan matang dan dewasanya umat Islam sekarang. Selain yang disebutkan tersebut, benih perpecahan internal umat yang kedua adalah faktor yang bersifat duniawi.
Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menrinci, faktor duniawi diantaranya adalah politik dan ekonomi. Dalam proses demokrasi, terlebih masa pemilihan umum, jika umat Islam tidak memiliki sifat kedewasaan dan toleransi dalam politik, biasanya urusannya menjadi berkepanjangan.
“Padahal kalau nyoblos itu paling lama 5 menit, bahkan kalau anak muda itu bisa-bisa 3 menit selesai. Tapi setelah keluar dari kotak/bilik suara itu bisa panjang bulanan, tahunan. Akhirnya antar keluarga, kelompok di kampung, bahkan antar bangsa apa-apa menjadi rumit,” kata Haedar pada (13/6) dalam Kajian Online Lembaga Kajian Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Dampaknya adalah munculnya saling curiga dan sikap su’udzan lain. Karena itu Haedar meminta supaya perbedaan politik jangan dibawa terlalu lama dan jangan sampai masuk ke jantung hati. Itu nanti ‘Sakitnya Di sini’. Menurutnya, dalam berpolitik harus dibuat wajar dan moderat supaya tidak terjadi hal-hal tersebut.
Benih ketiga adalah perbedaan ideologi, menurut Haedar ini menjadi persoalan yang paling berat. Perbedaan ideologi dampaknya acapkali lebih lebar dan membutuhkan energi besar untuk mendamaikannya. Karenanya, dia mengajak umat Islam berpikiran akhir baligh/matang/dewasa.
“Juga cara berpikir kita yang kalau itu diperbolehkan dalam sebuah Negara, ideologi itu kita harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. Kecuali kalau memang ideolog itu dilarang, kita harus bersikap tegas bahwa itu tidak ada toleransi bagi ideologi yang di larang. Tapi caranya bukan dengan main hakim sendiri, melainkan dengan cara hukum,” imbuhnya.
Tiga benih ini, kata Haedar, dalam konteks keumatan dan kebangsaan sering satu sama lain saling berakumulasi dan menjadi pemantik serta bahan bakar masalah kian meninggi. Dari itu ia mewanti-wanti, bahwa dalam silaturahim harus selalu diingat dan diwaspadai benih atau hama ini.
