MUHAMMADIYAH.OR.ID, MAGELANG—Petani sering mengalami nasib yang kurang menguntungkan. Setelah mengelurakan banyak tenaga dan biaya pada proses tanam maupun perawatan, hasil produksi panen mereka harganya kerap dipermainkan oleh pasar.
Dari pandangan Sekretaris Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, Bachtiar Dwi Kurniawan, melihat fakta yang terjadi pada petani, mereka dapat dikategorikan sebagai kelompok terpinggirkan atau mustadh’afin.
Posisi lemah yang mereka alami bukan hanya disebabkan faktor kultural, namun juga ulah struktural. Mereka miskin dan dimiskinkan.
Bachtiar dalam diskusi yang diselengarakan oleh Sekolah Tani Mandiri Muhammadiyah ke 2 Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma) pada, Jumat (27/8) menyebut, terjadi kontradiksi antara kampanye pemerintah tentang ketahanan pangan berbasis lokal, namun di sisi lain kebijakan import masih saja terus dilakukan.
“Di satu sisi program pangan dikampanyekan, di sisi lain mengapa masih ada import,” tegas Bachtiar.
Secara tegas ia meminta kepada pemerintah untuk fokus pada kebijakan yang berpihak dan menyejahterakan petani Indonesia. Diantaranya seperti kebijakan program meningkatkan produk pertanian dan kualitas hasil pertanian. Serta tidak lupa memberikan jaminan berupa asuransi kepada petani.
“Selain itu, kebijakan bisa meningkatkan produk pertanian dan kualitas hasil pertanian. Serta pemerintah menyediakan asuransi kepada petani, agar tidak dihantui gagal panen atau ancaman harga anjlog,” ucapnya.
Sementara itu, Founder dan CEO Rumah Mocaf Indonesia, Riza Azyumariridha Azra menuturkan harus ada kesadaran bersama antar petani dan pihak-pihak yang memiliki perhatian terhadap mereka.
Belajar dari pengalamannya mendirikan dan mengelola Rumah Mocaf, Riza menyebut proses pemberdayaan memang membutuhkan waktu panjang dan melewati jalan yang berliku. Sebelum Rumah Mocaf dirintis pada 2012, harga singkong di daerahnya, Banjarnegara hanya berkisar Rp. 200 per kilogram. Sedang harga tepung Mocaf kisaran Rp. 3000 per kilogram.
Di saat itu produksi singkong yang dihasilkan oleh petani sebanyak 10 ton per hectare dan masih non organik. Mereka pada saat panen seringkali merugi, ditabah limbah singkong sisa olahan dibiarkan begitu saja.
“Kesejahteraan petani singkong dan perajin Mocaf mengalami peningkatan 100 persen. Para petani juga memiliki tabungan dari hasil menanam singkong,” kata Riza.
Namun pada beberapa waktu kemudian, dirinya dan berbagai pengerakn MPM berhasil membalikan keadaan. Melalui Rumah Mocaf yang dibidaninya, berhasil menaikkan harga singkong menjadi Rp. 1.500 per kilogram, dan tepung Mocaf menjadi Rp. 10.000 per kilogram, serta singkong yang awalnya non organik diubah menjadi organik.
Hits: 3