MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Muktamar Muhammadiyah ke-44 tahun 2000 di Jakarta telah mengamanatkan kepada segenap pimpinan dan kader Muhammadiyah untuk melakukan gerakan internasionalisasi paham Islam berkemajuan. Amanat ini dipertegas kembali dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar tahun 2015. Hal tersebut sebagai bentuk ikhtiar dan syiar dakwah Islam berkemajuan kepada masyarakat dunia.
Namun sejatinya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan bahwa program internasionalisasi Muhammadiyah sejatinya merupakan langkah persyarikatan sejak awal berdiri. Ide internasionalisasi paham Islam berkemajuan ini kemudian terus menggelinding hingga saat ini. Sehingga program ini bukanlah agenda baru bagi persyarikatan.
“Karenanya, apa yang diperlukan saat ini adalah pengembangan lebih jauh dalam revitalisasi dan transformasi internasionalisasi gerakan Muhammadiyah dalam fase berikutnya untuk lebih memberi dampak dan kehadiran Muhammadiyah di dunia internasional secara lebih masif dan sistematik,” tutur Haedar dalam Seminar Pra Muktamar “Internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah pada Senin (30/05).
Dalam dokumen Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua dinyatakan bahwa Muhammadiyah hadir untuk melakukan transformasi gerakan pencerahan dalam dunia kemanusiaan semesta yang wujudnya adalah melakukan aktualisasi kosmopolitanisme Islam. Artinya, warga Muhammadiyah memiliki kesadaran sebagai bagian dari warga dunia yang memiliki rasa solidaritas kemanusiaan dan rasa tanggung jawab universal kepada sesama manusia tanpa memandang perbedaan dan pemisahan jarak yang bersifat primordial dan konvensional.
Dalam perspektif kosmopolitanisme Islam, kata Haedar, terdapat relevansi yang dapat dihadirkan dari Muhammadiyah, yaitu: menghadirkan pandangan wasathiyah Islam berkemajuan yang bersifat universal untuk membawa pesan rahmatan lil’alamin. Ide ini dapat direlevansikan dalam konteks globalisasi yang semakin meluas dan tanpa batas. Selain membawa nilai-nilai positif yang penuh kebaikan, globalisasi juga terkadang membawa dampak negatif bagi kehidupan. Sehingga pada posisi inilah pikiran-pikiran Muhammadiyah harus tampil sebagai penawar.
“Globalisasi cenderung membawa hegemoni politik, ekonomi, budaya, dari kekuatan-kekuatan global baik yang datang dari negara maupun dari perusahaan besar, sehingga harus kita beri pengaruh dengan kehadiran Muhammadiyah dan gerakan-gerakan keagamaan,” kata Haedar.
Selain globalisasi, paham wasathiyah Islam berkemajuan juga dapat direlevansikan dalam konteks era postmodern yang membawa paradigma humanisme-sekular dan liberal. Paket ini juga turut serta memberi ruang bebas terhadap paham ateisme dan agnotisme di beberapa negara Islam. Ragam paham produk postmodern ini berdampak pada semakin menjauhnya agama dari ranah kehidupan manusia modern.
Haedar lalu mendorong agar Muhammadiyah melahirkan pemikiran alternatif. Paham wasathiyah Islam berkemajuan juga sangat relevan dalam konteks yang apa Haedar sebut sebagai paradoks kemajuan. Dalam konteks ini, dunia memberi ruang seluas-luasnya pada demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, dan multikulturalisme. Terkadang paham-paham ini mereduksi konsep-konsep kunci dari agama dan budaya bangsa. Paradoks kemajuan juga turut bertanggungjawab atas terjadinya perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Proses modernisasi dan pembangunan yang berjalan secara pragmatis dan instrumental menjadi dalang di balik semua ini. Kondisi alam yang tidak bersahabat tentu akan berdampak pada ekonomi, politik, budaya, dan agama. Paradokss kemajuan yang lain adalah perang.
Dari semua masalah-masalah global di atas, Haedar yakin bahwa paham wasathiyah Islam berkemajuan dapat menjadi penawar dan alternatif baru. Visi Islam Berkemajuan melampaui wilayah dalam lintang bumi dan mendahului jelajah pada garis zaman. Visi Islam Berkemajuan bertumpu dan mengacu kepada dimensi gerak, yakni proses dinamis dan sistematis dalam penciptaan karya-karya kebudayaan dalam alir dan arus kemajuan berkelanjutan.
“Muhammadiyah dengan Islam berkemajuan perlu hadir kembali untuk memperkuat peran revitalisasi dan transformasi di tingkat global,” ujar Haedar.