MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA— Korupsi sudah menjadi barang yang tidak asing di Indonesia, bahkan terdapat anekdot yang mengatakan bahwa korupsi bukan lagi budaya atau mental tapi sudah dianggap sebagai pekerjaan.
Anekdot ini mengambarkan betapa sangat mengakarnya korupsi di Negeri tercinta, tapi meskipun demikian, kata Hamim Ilyas, kita tidak boleh putus asa. Bahwa sebagai bangsa harus optimis mampu menyelesaikan persoalan ini.
“Karena Al Qur’an, agama kita mengajarkan kita tidak boleh putus asa dari rahmat Allah,” terang Wakil Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah ini pada Jum’at (11/12) dalam acara Pengajian Umum PP Muhammadiyah yang mengangkat tema ”Korupsi di Indonesia: Masalah dan Solusinya”.
Mengutip Pidato Tali Pengikat Hidup yang disampaikan oleh KH. Ahmad Dahlan, Hamim Ilyas menyebut pemimpin harus mengenali yang dipimpin. Dan harus membawa kemajuan bagi yang dimpimpin, serta harus memiliki sikap optimis.
Pesan ini jika dikontekstualisasikan dalam usaha pemberantasan korupsi, umat Islam akan malu karena tidak bisa mengaktualisasikan ajarannya tentang optimsime untuk bersikap jujur. Rasa malu tersebut didapatkan karena kalah bersaing dengan umat lain yang mampu memberantas korupsi.
Disisi lain, alasan pemimpin supaya selalu optimis membawa manusia kepada kemajuan adalah akal yang dimiliki oleh manusia. Menurutnya, dorongan manusia yang berakal akan menjadikan dirinya memilih suatu yang manfaat, membahagiakan, dan menghindari madharat
“Selama bangsa kita ini masih manusia, masih berakal, menurut Kiyai Haji Ahmad Dahlan kita harus tetap optimis. Bahwa bangsa kita itu bisa meningalkan korupsi,” ungkapnya.
Landasan Teologis Pemberantasan Korupsi
Melalui Munas Majelis Tarjih tahun 2010 di Malang, Muhammadiyah memberikan panduan tentang pemberantasan korupsi dari perspektif Islam yang menjadi bagian dari Putusan Fikih Tatakelola. Putusan tersebut menjadi landasan teologis dalam pemberantasan koruspi persepektif Islam.
Koruspi jika dikelompokkan, masuk kedalam perbuatan merusak. Hamim Ilyas menerangkan, perintah larangan berbuat kerusakan di muka bumi (al fasad fil ardh) meskipun sebagai perintah larangan pertama dalam Al Qur’an, namun kebanyakan manusia masih belum bisa meningalkan perbuatan itu.
“al fasad fil ardh, membuat kerusakan di bumi yang merupakan pengertian yang luas dari korupsi tadi,” imbuhnya.
Terkait pandangan Islam tentang korupsi berangkat dari tiga istilah, yakni pertama, hulul adalah istilah mengambil harta rampasan perang sebekum dibagikan, kedua adalah risywah atau suap, dan yang ketiga aklu suht adalah suap tertentu atau di pengadilan, atau makan hasil atau barang haram.
“Muhammadiyah itu berjuang untuk memberantas korupsi dan kita tidak mengembangkan, tidak mentolerir budaya, prakter yang bisa menjadi pintu untuk korupsi,”tuturnya.
Hits: 153