MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Sebagai organisasi yang beberapa tokohnya menjadi tokoh kunci dalam proses perumusan dasar negara, Pancasila, Persyarikatan Muhammadiyah menegaskan posisinya lewat dokumen resmi Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah.
Diresmikan pada Muktamar ke-47 di Makassar tahun 2015, dokumen tersebut menjadi acuan bagi Persyarikatan dalam bergerak mengisi kemerdekaan. Di sisi lain, dokumen tersebut juga disebut sebagai upaya Muhammadiyah untuk mengawal Pancasila agar tidak kehilangan ruh dan maknanya.
“Saya kira penegasan ini penting dilakukan terutama seiring dengan menguatnya perilaku dan praktik bernegara yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila di samping juga menguatnya ekstrimisme beragama,” terang Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ma’mun Murod Al-Barbasy.
Dalam forum Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah, Jumat petang (18/8), Ma’mun Murod menyebut peristilahan Darul Ahdi wa Syahadah juga sesuai dengan watak dan karakter Muhammadiyah yang tidak suka dengan peristilahan yang berbau jargon semata, misalnya ‘… harga mati’ dan yang lainnya.
Darul Ahdi wa Syahadah, kata dia juga memberi makna bagi warga Muhammadiyah untuk terus berkhidmat kata sejalan tindakan agar Indonesia benar-benar menjadi negara yang sejahtera, adil, dan makmur.
Adanya krisis nasionalisme pada warga dan elit bangsa, disparitas penegakan hukum, hingga tingginya kejahatan ekonomi dan korupsi membuat peneguhan ini perlu dilakukan secara berkesinambungan oleh seluruh warga Persyarikatan.
“Melalui penegasan bahwa Pancasila adalah Darul Ahdi wa Syahadah, Muhammadiyah ingin mengajak pada seluruh elemen bangsa untuk berpijak pada prinsip-prinsip dasar bahwa negara ini adalah milik kita bersama yang harus kita bangun dan tidak boleh dirusak oleh siapapun,” terangnya.
Pernyataan Darul Ahdi wa Syahadah, menurut Ma’mun Murod juga merawat memori kolektif bahwa Pancasila adalah hadiah dari umat Islam pada bangsa Indonesia yang majemuk.
Sekaligus sebagai titik temu dari berbagai poros ekstrim ideologi seperti kapitalisme maupun sosialisme. Termasuk penegasan bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler maupun negara agama, melainkan negara yang agamis karena menempatkan agama pada posisi penting.
“Darul Ahdi wa Syahadah itu merupakan penegasan bahwa Indonesia lahir karena ada kerelaan di antara para pendiri bangsa untuk menerima seluruh kemajemukan bangsa kita,” pungkasnya. (afn)
Hits: 3464