MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Sepekan ke belakang, Indonesia dikejutkan dengan dua serangan teror kelompok ekstrimis di Makassar dan Jakarta.
Dua serangan itu menimbulkan pertanyaan bagi program deradikalisasi yang diusung oleh pemerintah Indonesia lebih dari satu dekade.
Ketua Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah Trisno Raharjo memandang program deradikalisasi tidak optimal untuk dikembangkan lebih lanjut dan perlu dievaluasi secara mendasar.
“Pertama, pola penanganan di luar sistem peradilan pidana yang lebih kepada mematikan bukan melumpuhkan,” kritik Trisno dalam forum diskusi virtual terkait tema terorisme, HAM, dan arah kebijakan negara, Jumat (3/4).
Trisno mengutip catatan perlakuan negara terhadap 131 terduga atau tersangka kasus terorisme yang lebih kepada usaha membunuh daripada melumpuhkan.
Lebih lanjut, Trisno mengkritik tidak tersedianya pasal terkait sistem peradilan pelaku terorisme sehingga aspek sistem peradilan pidana terorisme hampir selalu terpusat.
“Ruang persidangan terorisme itu saya katakan adalah ruang sunyi persidangan,” kritiknya.
Ke depan, Trisno berharap pemerintah membenahi aspek sistem peradilan sehingga proses peradilan lebih transparan dan tidak tertutup.
Dalam melawan ekstrimisme, Kepolisian Republik Indonesia sendiri juga mengakui bahwa deradikalisasi tidak optimal.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam silaturahimnya ke PP Muhammadiyah Januari lalu menyatakan bahwa untuk melawan ekstrimisme, pemerintah sepakat dengan Muhammadiyah untuk berkomitmen dalam penguatan moderasi dibandingkan dengan deradikalisasi.
Hits: 436