MUHAMMADIYAH.ID, SURABAYA — Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya melaksanakan prosesi wisuda ke 46, ditengah masa pandemi proses wisuda dilakukan secara bergelombang. Dimulai Senin, 23 November dan berakhir pada Kamis, 27 November 2020.
Wisuda yang diselenggarakan di Gedung At Tauhid Tower lt 13 ini mengambil tema “Angkatan Terakontributif”. Pada kesempatan ini UM Surabaya memwisudah sebanyak 1.138 lulusan secara Luring (luar jaringan) dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.
Wisuda ke 46 ini juga ditandai dengan lulusan angkatan pertama Fakultas Kedokteran (FK) sebanyak 49 peserta.
Selain itu, wisudah kali ini juga menyimpan cerita menarik tentang mahasiswa difabel yang berhasil meraih gelar S1 Sarjana Hukum (SH). Ia adalah Abdul Halim, difabel daksa yang meriah penghargaan mahasiswa terinspiratif pada momen wisudah ke-46 UM Surabaya.
Sempat tertaih, bahkan meneteskan air mata diawal masa kuliah, Abdul Halim mampu membuktikan bahwa dirinya layak diperhitungkan dan setara dengan mahasiswa lain. Sebelum masuk UM Surabaya, ia sempat kuliah di salah satu kampus di Madura. Namun karena terkendala biaya, ia kemudian memutuskan berhenti.
“Sebelumnya saya pernah daftar di universitas di Madura. Tapi kendala tidak ada uang-materi akhirnya saya mengurungkan niat untuk kuliah,” katanya
Awal mula masuk UM Surabaya ia diajak teman, dengan niat dan tekad yang kuat Abdul Halim menemukan jalannya. Di UM Surabaya dia mendapatkan beasiswa difabel, bahkan ia tercatat sebagai mahasiswa pertama peraih beasiswa difabel di UM Surabaya.
“Alhamdulillah dapat beasiswa penuh, selama kuliah S1 tidak bayar dan mendapat banyak pengalaman selama kuliah di UM Surabaya.” Imbuhnya
Sempat dihinggapi keraguan di waktu awal masuk kuliah, namun keraguan tersebut berhasil ditampik karena lingkungan belajar yang nyaman dan inklusi. Termasuk pergaulan dengan teman seangkatan yang memiliki empati dan tidak membeda-bedakan dirinya.
Selain aktifitas di bangku ruang kelas, Abdul Hamid juga dikenal sebagai aktivis. Dirinya bergabung dengan organisasi kemahasiswaan, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), bahkan sempat ikut turun aksi-demonstrasi kejalan menuntut keadilan.
“Awalnya pas ikut aksi itu semester 2, diajak teman karena masuk organisasi IMM. Baru kemudian ada demo-aksi saya ikut,” terang Halim.
Menurutnya sebagai mahasiswa tidak cukup hanya dibekali dengan keilmuan didalam ruang kelas, karenanya ia ikut aktif di IMM supaya ilmunya bisa diaplikasikan dan melatih kepekaan terhadap keadaan masyarakat dan lingkungan sosial sekelilingnya.
Abdul Hamid juga berpesan kepada generasi muda mendatang untuk tetap semangat dan pantang menyerah dalam keadaan apapun. Menurutnya semua akan diberikan jalan oleh Pencipta asal ada niat kuat dan besar pasti bisa.
Usia Hanya Deretan Angka
Selain kisah semangat pantang menyerah dari Abdul Halim, wisudah ke 46 UM Surabaya juga memiliki cerita menarik lainnya yang datang dari Nenek Chamimah yang berhasil meraih gelar S1 Sarjana Pendidikan (S.Pd) di usia 80 tahun.
Beliau merupakan adik kandung dari Wakil Presiden ke 6 RI, Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno. Chamimah telah aktif mengajar sejak tahun 1963 di Taman Kanak-kanak (TK), kemudian pada tahun 1977 diangkat menjadi guru Sekolah Dasar (SD).
“Jadi kalau pagi mengajar TK, kemudian pulang dari TK mengajar SD. Tahun 2002 sya pensiun dari, tapi TK saya lanjutkan sampai sekarang,” tuturnya.
Saat ini Chamimah mengabdikan diri sebagai pendidik di TK Masa Putra Bakti, dia mengajar di sana selama 57 tahun, terhitung sejak tahun 1963 sampai sekarang. Selama belajar di UM Surabaya Chamimah mengaku senang, karena iklim belajar yang dibangun begitu humanis.
Tidak mau kalah dengan semangat yang dimiliki oleh para juniornya, Chamimah kemudian bertekad untuk melanjutkan pendidikan strata 1 di UM Surabaya. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi kemampuan dengan pendidik yang berusia muda.
Selain tekun belajar, Chamimah berpesan kepada pada pengiat ilmu untuk senantiasa melibatkan Tuhan dalam proses belajarnya. Menurutnya, membangun kedekatan dengan Tuhan selain meningkatkan percaya diri juga sebagai tanda syukur kepada-Nya.
Meskipun memiliki semangat belajar yang tinggi, nenek Chamimah tetap sebagai seorang nenek yang memiliki cinta terhadap keluarga. Terlebih kepada cucunya yang saat ini juga sedang menempuh pendidikan tingkat tinggi. Di setiap paginya Chamimah senantiasa menyiapkan sarapan untuk cucu yang akan berangkat kuliah.
Hits: 10