MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Dalam aksi luas di bidang kebencanaan, aktivis Muhammadiyah memandang bahwa turunnya mereka di lapangan adalah sebagai upaya menolong diri mereka sebelum bertemu pengadilan Allah di akhirat.
Pada pengajian Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Kamis (11/2) Sekretaris Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah (MDMC) Arif Nur Kholis mengungkapkan bahwa aksi masif itu tergerak oleh ketakutan dianggap sebagai orang yang mendustakan agama.
“Ketika relawan datang ke lokasi, kita selalu mengatakan bahwa seperti petuah Kiai Dahlan (tentang Al-Ma’un), itu kan fokusnya yang butuh nolong itu bukan yang ditolong, yang butuh menyelamatkan diri dari anasir bahwa kita lalai salat itu bukan kaum miskinnya, tapi para santri ini yang butuh selamat,” ungkapnya.
Penghayatan terhadap ketakutan mendustakan agama sesuai pengajaran Kiai Ahmad Dahlan menurut Arif membuat Muhammadiyah peduli terhadap aksi-aksi sosial jauh sebelum Indonesia merdeka, termasuk aksi kebencanaan PKO Muhammadiyah menolong erupsi Gunung Kelud pada tahun 1919.
PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) pada masa awal berdirinya menurut Arif telah banyak membantu korban berbagai bencana sosial, termasuk kebakaran yang sering terjadi di wilayah Karesidenan Yogyakarta.
Aksi sosial yang dilakukan oleh Muhammadiyah juga menyasar pada semua golongan tanpa membedakan latar belakang agama dan suku bangsa. Hal itu dapat dibuktikan melalui dokumen PKO tahun 1919 yang menguatkan pernyataan itu. Apalagi di masa tersebut, di Hindia Belanda banyak suku bangsa dari berbagai negara dunia.
“Al-Ma’un itu sangat konkrit bagaimana orang yang beragama, yang salat dan rajin beribadah itu ditantang juga untuk memiliki solusi sosial. Jadi tidak ada yang boleh dipilih antara kesalehan pribadi dengan kesalehan sosial. Harus dijalankan semua,” tegasnya.