MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Sejak KH. Ahmad Dahlan dan generasi awal Muhammadiyah telah menampilkan wajah Islam yang moderat. Kiai Dahlan bahkan saat itu menggagas tajdid (pembaruan) dengan selalu menekankan pentingnya penggunaan akal pikiran dan ijtihad disertai langkah amaliah berkemajuan.
Apa yang dilakukan Kiai Dahlan yang mereformasi cara berpikir umat Islam ketika itu merupakan implementasi dari hadis Nabi yang berbunyi, “sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui (yujaddidu) untuk umat agama mereka.” (HR Abu Dawud). Haedar Nashir menerangkan bahwa hadis ini harus jadi pelecut semangat untuk tetap menggelorakan pembaharuan agama.
“Semangat dari hadis Nabi itu adalah agar kita pembawa misi risalah Islam, melanjutkan perjuangan Nabi akhir zaman, yakni bagaimana kita selalu berusaha memperbaharui pemahaman kita, pelaksanaan kita, bahkan berbagai aspek dari membumikan Islam sebagai ajaran satu di antaranya melalui organisasi Muhammadiyah,” kata Haedar Nashir dalam Pengajian Ramadan PP Muhammadiyah pada Jumat (16/04).
Selain itu menurut Haedar, pemikiran Kiai Dahlan merupakan intisari dari QS. Al-Ashr. Bahkan pendiri Muhammadiyah ini dalam catatan Haji Sudja mengajarkan surah ini kepada murid-muridnya selama delapan bulan. Surah yang menempati urutan ke 103 ini digolongkan sebagai surah terpendek. Meski demikian, kata Haedar, surah ini memiliki makna yang mendalam. Mengutip Imam Syafii bahwa seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka.
“Apa yang dilakukan Kiai Dahlan dengan surah al-Ashr, Al Maun, Ali Imran ayat 110, dengan mengajarkan kepada murid-muridnya menunjukkan usaha untuk melakukan tajdid ajaran Islam dalam pelaksanaannya,” tutur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Tajdid atau “at-Tajdid” menurut Haedar maknanya mengembalikan (al-I’adah), menghidupkan (al-ihya’), membangkitkan (al-ba’tsu), dan memperbaiki (al-islah). Dengan demikian, tajdid tidak semata-mata purifikasi atau pemurnian, melainkan melakukan rekonstruksi terhadap pelaksanaan ajaran Islam, alam pikiran, dan orientasi tindakan.
“Tajdid organisasi Muhammadiyah di era perubahan, maka akan terkait dengan alam pikiran para aktor di dalamnya, yakni kita sebagai kader dan pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan dan struktur organisasi, agar membawa organisasi ini lebih maju, berbudaya, dan peka dengan lingkungan sekitar,” ungkap Haedar.
Hits: 9