MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—QS. Al Baqarah ayat 177 menjelaskan tentang hakikat kebajikan atau al-birr. Dalam Tafsir At Tanwir, kata ‘al-birr’ berarti ash-shidq wa ath-tha’ah (kebenaran dan ketaatan), yaitu suatu penamaan terhadap semua kebaikan, semua ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah.
Sebagian ahli bahasa menyebutkan bahwa kata al-birr berasal dari “al-barr” yang berarti “daratan”, lawan dari “lautan” yang menggambarkan keluasan, sehingga memberi arti keluasan dalam berbuat kebaikan. Al-barr tidak hanya dinisbahkan kepada perbuatan manusia, tetapi juga kepada Allah (QS. Ath-Thur: 28).
Menurut Ustadi Hamsah, kebajikan yang sebenarnya adalah ketaatan kepada Allah, melaksanakan segala tuntunan-Nya, itulah kebajikan dan ketakwaan serta keimanan yang sempurna. Ayat ini ingin menjelaskan bahwa bukan dengan menghadapkan wajah secara fisik (at-tawajjuh asy-syakliy) yaitu sekadar menghadapkan wajah dalam shalat ke arah timur dan barat.
“Kebajikan yang sebenarnya adalah bagaimana manusia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, karena memperoleh keridhaan Allah swt, melalui proses patuh dan tunduk kepada apa yang disyariatkan agama dengan beriman kepada Allah swt dan yang lain-lainnya yang tertera dalam ayat di atas,” tutur Ustadi dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (01/06).
Penegasan Allah bahwa kebajikan yang sebenarnya adalah iman yang disertai dengan perbuatan-perbuatan baik yang menjadi ciri orang yang dapat dikategorikan sebagai orang baik. Kedudukan iman adalah dasar dan fondasi dari kebajikan. Seseorang dapat melakukan kebajikan yang sebenarnya ketika jiwanya penuh dengan kepatuhan dan tunduk akan tuntunan yang diturunkan oleh Allah swt (QS. Ar-Ra’d: 28).
“Jadi kebajikan itu memiliki dimensi vertikal yaitu iman dan takwa kepada Allah, juga memiliki dimensi horizontal yaitu melakukan amal shalih seperti menolong, mengasihi, membantu, dan lain-lain,” ujar Ustadi.