MUHAMMADIYAH.OR.ID, SAMARINDA—Prof. Bambang Setiadji, Pakar Ekonomi sekaligus Rektor Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) menyebut bahwa jika Muhammadiyah dengan Ibu Kota Negara (IKN) baru, syaratnya harus dengan moderasi.
Moderasi yang dimaksudkan oleh Bambang adalah sikap atau kebijakan negara yang merata dalam pembangunan. Dia mencontohkan misalnya pusat pemerintahan berada di IKN baru, dan Jakarta sebagai daerah khusus untuk komersil, maka di Papua harus ada beberapa kementerian yang berada di sana.
“Sebaiknya 3 atau 4 kementerian ditaruh di Irian, di Papua”. Ucap Prof. Bambang pada, Kamis (21/4) di acara Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah – ‘Aisyiyah ke-48 yang digelar hybrid di UMKT.
Di acara yang diikuti juga oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ini, Prof. Bambang menjelaskan keberadaan beberapa kementerian di Papua dimaksudkan untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan pembangunan di Papua.
Selain itu, usaha tersebut sebagai bisa digunakan oleh pemerintah sebagai langkah menjaga integrasi supaya Papua tidak lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sementara itu, terkait dengan IKN yang baru dia berharap tidak menjaga daerah eksklusif. Jangan sampai masyarakat adat hanya menjadi ‘penonton’.
“Itulah yang ditakutkan oleh masyarakat adat Dayak, jangan sampai hanya menjadi penonton atau menjadi orang Betawi yang keluar dari Jakarta,” tuturnya.
Di negara-negara modern, sambunya, masyarakat adat dan masyarakat beragama menjadi kelompok yang sering ditinggalkan dan ‘terlukai’.
Dalam konteks politik dan agama, menurutnya arogansi negara modern terlihat ketika munculnya politik identitas seperti dilarang, namun partai politik yang berbasis uang yang dimiliki kelompok kapital dibiarkan, dan seakan diberikan karpet merah.
“Ini arogansi negara modern yang menstigma bahwa masyarakat beragama itu tertinggal, eksklusif, intoleran dan seterusnya. Mereka tidak membaca sejarah bahwa Islam itu sangat toleran,’ ucapnya.
Kembali Prof. Bambang menegaskan bahwa IKN baru ini jangan menjadi daerah yang ekslusif. Masyarakat lokal dan masyarakat beragama harus dilibatkan secara aktif. Pemodelan IKN baru ini menurutnya harus khas Indonesia, tidak perlu mengacu ke negara-negara Barat.
Selain itu, keindahan alam yang dimiliki oleh IKN jangan sampai dieksploitasi sedemikian rupa, hingga menjadi rusak dan berdampak buruk terhadap lingkungan. Menurutnya, pembangunan IKN baru harus mengedepankan pelayanan yang inklusif terhadap masyarakat adat dan masyarakat kecil lainnya.