MUHAMMADIYAH.ID, YOGYARKARTA – Misi Persyarikatan Muhammadiyah adalah melakukan aksi nyata bagi kemajuan Islam dan kesejahteraan sosial. Untuk, itulah fikih tidak melulu selalu diartikan sempit tetapi perlu fikih yang sangat luas untuk mendorong kemajuan.
Hal itu dipesankan Syafiq A Mugni dalam Ceramah Umum Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih Muhammadiyah ke-31 bertemakan “Islam dan Kesejahteraan Sosial: Mewujudkan Nilai-nilai Keislaman yang Maju dan mencerahkan”, pada Ahad (29/11).
Misalnya, kata Syafiq Mugni menyampaikan mengenai Abu Hanifah dalam buku Fiqh al-Akbar (fikih besar) yang isinya tidak melulu dalam arti semput tetapi fikih dalam arti luas sebagaimana yang Allah maskudkan tafaqquh fiddin, memperdalam ilmu agama. (QS. At –Taubah ayat 122).
Berkaitan dengan Islam dan Kesejahteraan Sosial bagi Persyarikatan Muhamamdiyah harus bermuara pada action (tindakan), dan action itu harus sustaniable (berkelanjutan).
“Jadi action-nya harus dilembagakan dalam bentuk amal usaha atau progam-progam berkelanjutan dalam rangka membawa misi Persyarikatan Muhammadiyah. Dan ini menjadi bagian tafaqquh fiddin, “ paparnya.
Karena tafaqquh sering kali diambil untuk istilah fikih yang sesungguhnya punya makna yang lebih luas dari hanya sekitar masalah-masalah hukum Islam tetapi menyangkut seluruh persoalan agama atau ilmu pengetahuan agama.
Dalam rangka itulah, lebih jauh Syafiq Mugni mendorong Munas Tarjih Muhammadiyah yang ke-31 bisa menemukan basis-basis normatif bagaimana ajaran-ajaran Islam melihat persoalan-persoalan kesejahteraan sosial secara utuh serta dapat mengatasinya.
Ajaran Islam yang terbagi menjadi tiga hal, aqidah, ibadah dan muamalah. Kata Syafiq Mugni penting untuk menggaris bawahi bahwa muamalah yang diajarkan oleh agama Islam termasuk didalamnya tentu kesejahteraan sosial.
“Ajara yang sangat luas inilah yang menggambarkan misi dari risalah nabi Muhammad SAW diutus adalah rahmatan-lil –alamin adalah rahmat untuk alam semesta atau ramhat bagi seluruh isi dunia, “ paparnya.
Muamalah yang dimaksud tentu tidak hanya muamalah mu annas yait bermuamalah sesama manusia tetapi juga bermuamalah dengan hayawan (hewan) dan bermuamalah dengan lingkungan hidup.
Jadi, kata Syafiq Mugni muamalah yang tidak melulu hanya dengan manusia saja. Seperti yang telah ada dalam kitab-kitab hadist atau pelajaran-pelajaran fikih muamalah yang seringkali membahas muamalah dalam arti yang sempit hanya muamalah mu annas saja tetapi tidak ada muamalah binatang dan lingkungan hidup.
Padahal ajaran Islam muamalah terhadap binatang menjadi sesuatu yang sangat hal penting. Bahkan Nabi Muhammad SAW bersabda, “inn allaha katabal ihsaana ‘ala kulli syai’in, fa ‘idzaa qotaltum fa’ahsinuu al-qitlata, wa idza dzabahtum fa’ahsinuu adz-dzabhta, walyuhidda ahadukum syafrotahu, walyarih dzatabiihatahu.
”Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan [baik] dalam segala sesuatu, maka jika engkau membunuh, maka hendaknya engkau membunuh dengan baik, dan jika engkau menyembelih [sembelihan], maka hendaklah engkau menyembelih dengan baik, dan hendaknya seseorang diantara kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan sembelihannya. ” (HR Muslim)
“Ini adalah satu pelajaran penting yang perlu di eksplorasi secara lebih luas dan mendalam karena masih banyak praktik dikalangan masyarkat kita yang bermuamalah dengan hewan (binatang) tidak mencerminkan semangat atas spirit sesuai hadist,” papar Syafiq Mugni mengingatkan.
Demikian juga dengan muamalah dengan lingkungan hidup kata Syafq Mugni, kita tidak boleh merusak alam bahkan di dalam situasi perang pun nabi melarang kita untuk menabang atau merusak pohon-pohon yang sangat dibutuhkan oleh manusia.
“Sehingga berkemajuan bagi Muhamadiyah harus juga menyangkau ke ajaran-ajaran seperti ini sehingga benar-benar nampak bahwa Islam itu adalah rahmatan bukan hanya linnas (manusia) saja tetapi lil ‘alamin (alam semesta)” urainya.
Kita ketahui hal ini sejalan dengan apa yang akan dibahas pada Munas Tarjih yaitu mengenai Fikih Agraria yaitu mengenai panduan tatakelola agraria yang bersumber dari ajaran Islam.
Islam dan Kesejahteraan Sosial
Menginggung mengenai Islam dan kesejahteraan sosial lebih jauh, Syafiq Mugni mengatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah muara dari seluruh aktivitas manusia unntuk memenuhi kehidupan manusia. Dimana seseorang bekerja membanting tulang memeras fikiran untuk mencapai yang namanya kesejahteraan sosial.
Konsep kesejahteraan sosial ini tidak terlepas dari persoalan kedermawanan yang barangkali sudah menyadi tradisi di persyarikatan Muhammadiyah. Dalam penelitian dan laporan BAZNAS lewat laporan lembaga internasional menyebutkan, Indonesia adalah negara yang paling banyak mengeluarkan kedermawanan untuk kepentingan-kepentingan sosial.
“Tetapi tentu bagi Muhammadiyah atau ajaran Islam sesungguhnya tidak hanya cukup melakukan kedermawanan atau melakukan kesantunan itu melainkan harus ada pemberdayaan dan gerakan-gerakan yang mengadvokasi,” urainya.
Untuk itulah, Syafiq Mugni mengimbau Muhammadiyah bersama organisasi Islam lain tidak bisa hanya berdermawan saja tetapi harus menjadikan masyarakat yang tertinggal menjadi berdaya.
“Makanya kita harus memiliki gerakan mengadvokasi, menggalang dan mendorong untuk melahirkan UU yang pro orang-orang miskin serta mendorong kebijakan-kebijakan yang sifatnya melawan kemiskinan dan sekalian menolong orang-orang yang dhuafa dan mustadafin, “imbaunya.
Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban (UKP- DKAAP) pun mengingatkan bahwa kesejahteraan sosial menjadi tugas kita semua tidak hanya secara individu tetapi juga secara kolektif baik organisasi sosial maupun negara. Lebih-lebih peranan negara memiliki kekuatan yang sangat vital dalam mewujudkan amal-amal kebajikan untuk kesejahteraan sosial.
Karena itulah, Mugni menegaskan perlu eksplorasi ajaran bagaimana Islam bisa menjadi kekuatan yang bisa meurbah keadaan dan tentu perlu perhatian bersama serta re-orientasi terhadap aksi aksi untuk menyelesaikan problem-problem kesejahteraan sosial.
“Tentu persyarikatan telah memiliki modal teologi atau modal fikih seperti yang sudah didraf-kan. Dan saya denger sudah jadi seperti fikih Al- Maun menjadi modal normatif yang sangat penting bagi kita semua,” paparnya.
Fikih yang dimaksud adalah berkaitan dengan Fikih Zakat Kontemporer yang menjadi salah satu agenda bahasan dalam Munas Tarjih Muhamamdiyah. Dimana posisi strategis zakat sebagai ibadah sosial erat kaitannya dengan pemerataan kesejahtaraan dalam Islam. (Andi)
Hits: 41