MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Harapan baru muncul bagi Madrasah Mu’allimin Yogyakarta setelah setahun beradaptasi menghadapi pandemi. Sebab, Kemendikbud-Ristek mengeluarkan wacana tentang pelonggaran izin kegiatan pelajaran tatap muka pada tahun ajaran baru 2021.
Bagi Mu’allimin, wacana pelajaran tatap muka dianggap sebagai angin segar bagi masa depan pendidikan pesantren. Sebab, kegiatan belajar tatap muka dianggap lebih optimal untuk kegiatan pedagogis berbasis agama seperti pesantren. Sejak pertengahan bulan Juni tahun 2020 Mu’allimin memulangkan semua santrinya yang berjumlah 1.475 orang ke rumah masing-masing.
“Baru di awal tahun pelajaran 2021 ini, sekarang kita baru mendatangkan secara bertahap 30 sampai 35 persen siswanya sehingga kemudian secara berkala diharapkan bisa datang terus ke Madrasah Mu’allimin hingga 100 persen,” ungkap Direktur Madrasah Mu’allimin Yogyakarta Aly Aulia kepada Muhammadiyah.or.id, Sabtu (7/8).
Sistem Manajemen yang Kuat
Berbeda dengan sekolah negeri yang didanai oleh pemerintah, Muhammadiyah menyelenggarakan pendidikan swasta yang operasionalnya secara dominan bergantung pada pembayaran iuran pendidikan (SPP).
Fakta inilah yang membuat ribuan lembaga pendidikan Muhammadiyah ketar-ketir di tengah pandemi sebagaimana penuturan Anggota Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Abdullah Mukti, Jumat (6/8).
Menariknya, Madrasah Mu’allimin menurut Aly Aulia tidak begitu terpengaruh akibat datangnya pandemi. Sebab utama yang menjadikan Mu’allimin tegak adalah karena sistem manajemen operasional hingga pendidikan berbasis information technology (IT) yang mapan dan terus diperbaharui.
Atas kuatnya sistem manajemen itu, Aly mengaku bisa menekan angka santri Mu’allimin yang putus sekolah seminimal mungkin hingga berhasil menjamin keamanan jaminan kesejahteraan para tenaga pendidikan dan pegawainya.
“(Santri) Drop out ada, tapi sangat sedikit karena kita bisa menerapkan dalam proses registrasi. Biasanya ada beberapa orangtua yang terbatas ekonomi sehingga kemudian menunggak dan lain sebagainya, tapi kita punya jalan tengah. Ada dispensasi,” jelas Aly. Selain dispensasi, Mu’allimin juga mengizinkan orangtua santri membayar melalui cicilan.
Dukungan Wali Murid
Satu-satunya rahasia mengapa mayoritas pembayaran SPP santri Mu’allimin lancar menurut Aly adalah karena sistem pendidikan dan kurikulum Mu’allimin yang tetap memperhatikan segala aspek kehidupan santri sebagaimana saat berada di pondok pesantren.
Meski mengaku sedikit terkendala selama awal pandemi dengan pembelajaran online, Mu’allimin menurut Aly berhasil membangun rekayasa sistem IT dan E-learning sendiri yang terintegrasi dan tidak hanya menyangkut ketuntasan mata pelajaran, tapi juga ketuntasan aktivitas harian dan peribadatan santri selama di rumah.
“Maka kita lakukan percepatan ya sehingga yang biasanya dilakukan oleh pamong dan musrif yang basisnya manual, sekarang sudah bisa kita ketahui. Saya bisa tahu misalnya berapa anak yang berjamaah sekarang,” ungkapnya.
“Kita luar biasa berusaha supaya sistem ini bisa berjalan dan mereka bisa benar-benar mendapatkan hak pendidikannya selama di Mu’allimin. Jadi orangtua juga punya timbal balik mau bayar ibaratnya begitu. Tapi Alhamdulillah berhasil juga dan bisa tercakup semua sehingga tidak ada yang harus menunggak gaji pegawai dan Alhamdulillah selama pandemi bisa terus berjalan,” kata Aly.
“Karena selama pandemi kemarin kita benar-benar memastikan dan memprioritaskan aspek tenaga kependidikan untuk tidak bisa terpengaruh dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini. Alhamdulillah dengan cara kita memastikan layanan anak-anak selama berada di rumah, orangtua jadi merasa puas dengan tetap membayar begitu,” imbuhnya.
Pembelajaran Tatap Muka
Meskipun aplikasi berbasis IT yang telah digunakan Mu’allimin mendekati ideal untuk para santri di masa pandemi, tetapi fungsi pendidikan ala pesantren tetap dinilai tidak begitu optimal jika hanya mengandalkan aplikasi.
Apalagi, peran orangtua harus terpecah untuk bekerja dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Aly berharap pembelajaran tatap muka dapat dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan yang ada.
“Peran serta orangtua tidak maksimal ya tetap tidak maksimal karena memang kalau di pesantren kan ada musrif, pamong, ada proses mulazamah, maka fungsi pamong dan fungsi musrif selama mereka di rumah harus juga diperankan oleh orangtua di rumah,” terangnya.
Setelah 600 santri Mu’allimin telah didatangkan kembali ke pondok secara bertahap, pembelajaran di Mu’allimin dilakukan secara kombinasi yakni sebagian berada di asrama dan sisanya berada di rumah masing-masing.
Menyelenggarakan Vaksinasi
Tetapi, Aly mengaku sangat siap mengingat 93 persen tenaga pendidikan dan pegawai di Mu’allimin telah menerima vaksinasi pertama hasil kerjasama MCCC dan MPKU. Vaksin kedua untuk mereka akan dilaksanakan pada 17 Agustus mendatang.
Sementara itu, 490 Santri Mu’allimin tercatat telah mengikuti program vaksinasi pertama hasil kerjasama dengan Baznas dengan nama Jaga Kiai.
Vaksinasi kedua direncanakan akan dilakukan pada tanggal 30 Agustus. Semua kesiapan ini diharapkan mampu memaksimalkan persiapan Mu’allimin menggelar pendidikan santri yang ideal selama masa pandemi.
“Dari aspek pendidikan ya walaupun kita tetap memaksimalkan proses online yang terintegrasi dan kemudian juga berbagai hal yang sudah kita siapkan tapi karena memang basis kita pesantren ada hal-hal yang tidak bisa dimaksimalkan selama mereka berada di rumah begitu,” jelasnya.
Digitalisasi Sistem
Tahun kedua pandemi, Madrasah yang didirikan langsung oleh Kiai Ahmad Dahlan pada tahun 1918 ini menurut Aly Aulia justru semakin adaptif, terutama dari sisi digitalisasi sistem.
“Dari proses pandemi dan pengalaman yang kita lakukan tentunya kita jadikan peluang bagaimana proses yang ada kaitannya dengan digitalisasi yang ada di pesantren itu bisa dilakukan percepatan. Dan itu alhamdulillah artinya bagaimana dari para asatiz, guru, musyrif dan tenaga pamong yang ada di asrama lebih bisa familier dengan kemampuan IT dan proses-proses digitalisasi lainnya,” tutur Aly.
Jika pun pandemi ini telah berlalu, sistem yang telah direkayasa oleh Mu’allimin itu menurutnya tidak akan serta merta ditinggalkan, tetapi disempurnakan.
Mengembangkan Sistem IT
“Kaitannya dengan sistem yang sudah kita kembangkan secara online sehingga basisnya itu tetap kita kembangkan. Jadi ya tidak kemudian setelah mereka (santri) datang ke pesantren kita tinggalkan dan tidak kita pakai, justru kita pakai dan kita jadikan entri poin dasar untuk pengembangan basis IT yang ada di pesantren,” kata Aly.
Terkait kebijakan-kebijakan pendidikan pemerintah termasuk yang menyangkut pesantren, Aly mengaku tidak terlalu berharap apa-apa selain pemerintah mempercepat program vaksinasi sehingga proses belajar tatap muka bisa dilakukan secara aman dan merata di seluruh tanah air.
“Saya di pesantren justru tidak juga berharap dari pemerintah karena itu sudah kewajibannya dan kita pesantren juga punya peran aktif untuk bisa mensukseskan apa yang kemudian diinisiasikan oleh pemerintah. Yang terpenting kan ketersedian vaksinnya pemerintah ada,” kata Aly.
“Saya tidak berharap yang lebih, tapi justru peran serta pesantren dalam melawan ini semua saya pikir ini yang paling penting,” tutupnya.
Naskah: Afandi
Editor: Fauzan AS