MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Indentitas Indonesia adalah keragaman suku, budaya dan bahasa. Untuk melestarikan identitas ini, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menganggap pemerintah perlu mengelolanya lewat dua hal, pariwisata dan budaya populer (pop culture).
Dalam forum webinar PB PGRI dengan tema Refleksi 76 Tahun Pendidikan Nasional, Sabtu (28/8) Mu’ti menilai Indonesia perlu belajar dari Jepang dan Korea yang berhasil mengemas budaya lokal mereka sebagai daya jual.
“Nah berbagai negara sekarang ini justru yang mereka ekspor itu kan tidak hanya produk teknologi, tapi juga produk budaya mereka. Mohon maaf sekarang ini yang menjadi tren itu kan drama Korea ya?,” tanya Mu’ti.
“Korea itu ke Indonesia tidak hanya mengekspor teknologi mereka ke Indonesia, tapi juga mengekspor budayanya kan? Jadi drama korea itu sudah mengalahkan Hollywood dan Bollywood. Anak-anak kita itu sekarang sudah demikian dekatnya dengan kebudayaan Korea. Sengaja itu mereka lestarikan budayanya kemudian dia ekspor,” imbuhnya.
Termasuk lewat kuliner atau hasil alam, kebudayaan itu sesungguhnya bisa dilestarikan secara identik dengan identitas nasional. Berbeda dengan minat terhadap budaya luar, Abdul Mu’ti menyayangkan rendahnya minat generasi muda terhadap budayanya sendiri.
“Nah mengapa ini belum terjadi, saya kira karena sebagian pendidikan kita ini belum berpihak kepada kekayaan alam yang kita miliki, pengembangan kekayaan alam itu sebagai bagian dari pengembangan karakter bangsa, tapi juga selling point seringkali di akhir ceramah saya ini mengalami hal-hal yang kita sebut sebagai inferiority complex,” tuturnya.
“Kita ini mengidap penyakit inferior dan karena penyakit itu kemudian arah pengembangan pendidikan itu juga kita ikuti banyak negara bukan untuk mengambil sisi baiknya dan menyisihkan sisi negatifnya tetapi diambil begitu saja tanpa melihat keadaan yang sesungguhnya yang kita perlukan di negara ini,” imbuhnya.
Hits: 2