MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Melihat cara Indonesia menghadapi modernisasi dan revolusi digital, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir merasa resah.
Sebab, Haedar memandang bahwa dalam berbagai bidang, pijakan yang futuristis dari para founding father tidak banyak diperhatikan dalam memutuskan kebijakan nasional. Termasuk dalam bidang pendidikan.
“Apapun konsepnya jika pendidikan selalu terputus pada periode ganti menteri, ganti kebijakan yang strategis dan fundamental. Maka menurut kami, Muhammadiyah yang punya pengalaman panjang di dunia pendidikan, maka tentu kita nanti akan selalu mengawali, mengawali, mengawali karena mengalami dislokasi terus,” jelas Haedar dalam forum pelantikan Rektor UMJ, Selasa (25/5).
Dengan hanya memperhatikan aspek pragmatis semata, fenomena ini menurutnya juga akan memperberat usaha Indonesia dalam membangun Human Development Index nasional yang saat ini di tingkat Asean juga terpuruk.
“Kita tidak tahu apakah pendidikan sekarang yang digagas sampai tahun 2035 digagas pada konsep pabrik misalkan atau pabrik di era 4.0. Kalaupun itu, betapa pun merdekanya konsep pendidikan, liberalisasi, liberalisme dan nanti mengasilkan orang-orang cerdas, pandai tapi tidak berkarakter manusia Indonesia yang berbasis pada nilai, agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa,” tutur Haedar menyinggung Pasal 31 UUD 1945.
“Sebab nanti jika dari Human Development Index kita tertinggal, lalu secara mentalitas tertinggal, maka ya tidak ada yang bisa kita bangun secara lebih kokoh dan masih cukup waktu baik bagi pemerintah dan kekuatan masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan untuk merekonstruksi konsep pendidikan secara mendasar dan mental,” imbuhnya.
Karena itu, Haedar berharap agar setiap elit bangsa selalu memperhatikan pijakan konstitusi dan pesan tersirat para founding father dalam perumusan kebijakan agar Indonesia mampu bersaing di kancah internasional dengan karakternya yang khas.
“Ketika tentu sekarang ada problem, mungkin waktu itu kita tidak sadar betul bahwa yang kita ubah itu sesungguhnya adalah yang sudah mapan dan sejalan dengan kepribadian kita. Tetapi orientasi pemikiran-pemikiran politik kontemporer yang mungkin terlalu positivistik dan juga terlalu pragmatis, kemudian serta konstruksi demokrasi kita sangat liberal, lalu membongkar semua tatanan kita dan setelah seperti ini kayanya memang tidak mudah,” pesan Haedar.
Hits: 1