MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dalam Fikih Perlindungan Anak disebutkan bahwa bermain adalah hak anak. Hak ini kerap terlupakan karena dianggap tidak penting. Padahal, jika dirujuk ke beberapa riwayat, ditemukan bahwa Nabi Muhammad Saw membiarkan cucunya bermain kuda-kudaan di atas punggungnya walaupun itu membuat sujud Nabi menjadi lebih panjang.
Wahai Rasulullah, saat salat engkau memperlama sujud, hingga kami mengira bahwa ada sesuatu yang telah terjadi atau ada wahyu yang diturunkan kepadamu? Rasulullah saw. menjawab: “Bukan karena semua itu, tetapi cucuku (Hasan atau Husain) menjadikanku sebagai kendaraan, maka aku tidak mau membuatnya terburu-buru, (aku biarkan) hingga ia selesai dari bermainnya” (HR an-Nasa’i).
Beberapa hikmah dari adanya hak bermain bagi anak salah satunya agar anak tumbuh dengan tubuh yang kuat dan fisik yang prima. Islam sangat menghargai kebugaran fisik, bahkan Rasulullah pun menyebutkan bahwa mukmin yang kuat memiliki keunggulan dibanding mukmin yang lemah. Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah” (HR Muslim).
Selain perkembangan fisik, bermain juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir bagi anak. Dalam Islam, kemampuan intelektual menjadi salah satu faktor ditinggikannya derajat seseorang oleh Allah setelah faktor keberimanan terpenuhi. “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS al-Mujadilah: 11).
Tidak hanya pemenuhan hak bermain, dalam Islam juga tidak lupa untuk mendidik anak melakukan ibadah seperti salat: Rasulullah saw bersabda: “Perintahlah anak-anakmu untuk melakukan salat ketika mereka berusia 7 tahun dan ‘bersikap tegaslah’ kepada mereka (supaya mau melakukan salat) ketika mereka berusia 10 tahun serta pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR Abu Dawud).
Dalam hadis di atas disebutkan bahwa ketika anak berusia 7 tahun, ia diperintah untuk melakukan salat. Kemudian ketika berusia 10 tahun dia belum mau melakukannya, maka orangtua diperintahkan untuk bersikap tegas sebagai pemaknaan dari kata “wadhribuhum”. Anjuran hadis ini tidak berarti membenarkan kekerasan dalam pendidikan anak, tapi menunjukkan ketegasan dalam pelaksanaannya.
Hits: 1362