MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Sejak pergantian kepemimpinan Muhammadiyah dari KH Ahmad Azhar Basyir (1994), Muhammadiyah secara bergilir dipimpin para tokoh dengan latar belakang akademisi, di antaranya Amien Rais (1995), Syafii Maarif (1998), Din Syamsuddin (2005), hingga Haedar Nashir (2015). Mereka semua berlatar belakang guru besar dari masing-masing kampus yang berbeda.
Tidak hanya pucuk pimpinan, anggota di setiap majelis juga dipenuhi dengan warna-warni guru besar dengan fokus kajian keilmuan yang berbeda-beda. Dua nama yang dalam beberapa hari ke depan akan menyampaikan orasi ilmiah pengukuhan guru besar adalah Hilman Latief dan Muhammad Azhar. Hilman merupakan pimpinan Lazismu pusat, sedangkan Azhar anggota aktif Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Saat ditanya bagaimana perasaannya memperoleh predikat sebagai profesor, Azhar menyampaikan bahwa dirinya sangat senang lantaran telah menunaikan salah satu kewajiban seorang akademis. Dirinya bersyukur atas nikmat Allah ini.
“I’m happy! Tentu merasa sudah menunaikan kewajiban akademis sebagai nikmat Allah yang sudah diberikan ke saya selama ini. Dan bersyukur juga terhadap UMY yang ikut mendorong raihan gelar akademik ini,” tutur Azhar yang disampaikannya kepada tim redaksi Muhammadiyah.or.id pada Rabu (27/01).
Azhar menuturkan bahwa raihan guru besar ini tidak akan menyurutkannya dalam jihad akademis. Baginya, yang lebih penting adalah bagaimana agar terus produktif menghasilkan karya tulis yang bermanfaat bagi umat dan bangsa. Sebab, kata Azhar, hidup di dunia terlalu singkat, maka warisan tulisan atau usia akademis akan lebih panjang dari usia biologis.
“Tetapi yang lebih penting: adalah saya wajib terus menulis hal-hal yang tajid buat umat dan bangsa mungkin juga untuk dunia global yang concern dengan demokrasi melalui international conference,” imbunya.
Di masa depan dalam sisa-sisa usia yang diberikan Allah SWT, Azhar berharap paska pengukuhan guru besar bisa terus berkontribusi untuk umat, bangsa, dan masyarakat global melalui gagasan pembaharuan. Selain itu, ia juga akan terus berkhidmat pada persyarikatan melalui jalur Majelis Tarjih dengan menelurkan berbagai produk pemikiran untuk menjawab tantangan zaman.
“Semoga paska ini, saya bisa terus berkontribusi untuk umat dan bangsa bahkan global melalui gagasan tajdid, juga melalui penyusunan draft-draft Munas Tarjih yang bersifat strategis. Saya ikut menyusun Fikih Antikorupsi, Fikih Infomasi, dan Fikih Agraria. Insya Allah Fikih Ketahanan Pangan juga. Hal ini sebagai fundamental ideas dan berdimensi jangka panjang,” ungkap dosen UMY ini.
Rencanya, Azhar akan menyampaikan orasi dengan judul ‘Demokrasi Religius untuk Indonesia Berkemajuan dan Berkeadaban: Alternatif antara Liberalisme-Sekularisme dan Fundamentalisme Keagamaan’. Orasi tersebut akan disampaikannya pada Sabtu, 30 Januari 2021 secara offline di UMY dan secara online melalui zoom meeting.
Hits: 15