MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Mantan Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Manager Nasution merekomendasikan enam hal bagi perbaikan Kepolisian Republik Indonesia.
Manager yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu menyebut enam hal itu adalah catatan yang telah diberikan secara terbuka saat Kapolri Listyo Sigit Prabowo dilantik pada Januari 2021 yang lalu.
“Pertama, ada PR besar untuk melanjutkan reformasi internal di tubuh kepolisian,” katanya dalam program Dialektika TvMu, Sabtu (13/8). Keberhasilan reformasi 1998 yang memisahkan Polri dan ABRI, dianggap Manager belum sepenuhnya tuntas, khususnya di tubuh Kepolisian.
“Kedua, juga sangat penting kepolisian melakukan upaya-upaya penguatan keguyuban dan soliditas di kalangan kawan-kawan kepolisian,” ujar Manager. Kasus pembunuhan Brigadir J, menunjukkan bahwa soliditas internal itu belum terbangun cukup ideal.
“Di kasus Brigadir J, baru pertama dalam sejarah hukum kita ada presiden ngomong sampai empat kali, pengumuman tersangka harus Kapolri, didampingi oleh semua bintang tiga untuk mengumumkan kasus ini. Ini menunjukkan bahwa ada problem soal soliditas di kalangan teman-teman Polri. Itu saya kira tugas yang prinsip untuk dipahami,” jelasnya.
Poin ketiga, Manager menilai ada problem surplus perwira tinggi di kepolisian sehingga banyak dari mereka yang disalurkan ke Kementerian dan banyak pula yang tidak tertampung.
“Tapi kalau ini tidak hati-hati, akan ada pengulangan sejarah dwi fungsi ABRI yang dulu kita kritik, akan dilakukan oleh kepolisian kita. Ini problem yang harus dijawab oleh kepollisian kita,” ingatnya.
Poin keempat, Manager menilai Kepolisian masih rentan terhadap tarikan politik praktis di setiap kontestasi politik. Karenanya, dia berharap di tahun politik 2024 mendatang, kepolisian bisa menjaga jarak dari hal itu.
Poin kelima, Manager menilai bahwa amanah dari reformasi, yaitu khittah Kepolisian sebagai lembaga pengayom dan pelindung masyarakat belum sepenuhnya berjalan.
“Mereka (polisi) menjadi sipil, bukan militer. Nah karena itu struktur, kultur, dan tradisi di kalangan kepolisian mestinya kembali ke situ (mengayomi dan melindungi),” kritiknya.
Keenam, Manager menilai kepolisian harus adaptif terhadap inovasi dan teknologi yang diwujudkan dalam basis bentuk pelayanannya. Hal ini kata dia sudah cukup pantas diapresiasi.
Terkait kasus pembunuhan Brigadir J, kata Manager perlu perubahan paradigma internal di tubuh kepolisian karena masih ditemukannya sikap-sikap militeristik yang represif di berbagai tempat.
Pembunuhan Brigadir J sendiri jika tidak segera dijawab dengan transparansi menurutnya akan membawa sentimen yang buruk kepada kepolisian. Pasalnya kasus extra judicial killing itu ironisnya terjadi kepada aparat negara, dilakukan oleh aparat negara, di rumah milik negara.
“Ini syiar ketakutan kepada publik. Mestinya polisi itu memberi kenyamanan, pesan damai kepada kita, pesan nyaman kepada kita, daripada seperti sekarang menjadi syiar ketakutan di mata publik. Kalau ini tidak diselesaikan, maka jangan salahkan kalau kemudian publik mencari jalannya sendiri untuk mereformasi kepolisian,” tutup Manager. (afn)