MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANDUNG—Anggota Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP ‘Aisyiyah Dien Nurmarina Malik mengatakan bahwa PAUD yang berkualitas tidak ditunjang dari fasilitas sarana dan prasarana, melainkan kualitas proses pembelajarannya. Artinya, PAUD tersebut mampu mengoptimalkan potensi anak di usia emasnya, baik secara kognitif, motorik, maupun psikologis.
“PAUD berkualitas ditentukan dari kualitas layanannya, bukan dari kondisi sarana prasarana dan kelengkapan fasilitasnya. Sarana dan prasarana adalah alat pendukung dalam memastikan lingkungan belajar di satuan PAUD aman dan nyaman bagi anak peserta didik,” ujar Nurmarina dalam kajian Gerakan Subuh Mengaji yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Jawa Barat pada Senin (14/02).
Karena ekosistem satuan PAUD bersifat terbuka dan sudah sejak lama disadari bahwa anak usia dini memerlukan layanan di luar pendidikan (holistik) agar dapat bertumbuh kembang secara utuh. Maka Nurmarina menyarankan agar pemenuhan kebutuhannya pun memerlukan kemitraan lintas unit (integratif).
Selanjutnya, Nurmarina menerangkan tentang 7 prinsip lingkungan belajar berkualitas, di antaranya: pertama, kualitas lingkungan dan alat pembelajaran. Menurutnya, ketersediaan sarana dan prasarana, ataupun alat dan media pembelajaran dalam konteks lingkungan belajar berkualitas tidak berorientasi pada bentuk fisiknya, melainkan mengedepankan pada pemaknaannya untuk dapat mendukung proses belajar-mengajar dengan berorientasi pada perkembangan anak.
Kedua, interaksi guru dan anak. Guru maupun pendidik di PAUD memiliki peran sentral dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak. Seorang guru harus mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh aspek perkembangan anak dalam interaksi edukatif yang dilakukannya. Interaksi ini dipengaruhi lingkungan sekitar anak.
Ketiga, penerapan pembelajaran yang berpusat pada anak. Kompetensi guru berperan penting dalam kaitannya dengan lingkungan belajar berkualitas yang berpusat pada anak. Keempat, keterlibatan keluarga dan masyarakat. Satuan pendidikan merupakan sebuah ekosistem multidimensi yang saling terkait. Warga sekolah, keluarga, dan masyarakat harus mendukung tercapainya lingkungan belajar berkualitas.
Kelima, kondisi lingkungan yang inklusif. Seluruh warga yang di satuan pendidikan bertanggung jawab untuk memberikan layanan pendidikan yang adil dan setara pada semua anak yang ada dalam satuan pendidikan. Hal ini memberi peluang bahwa setiap anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda dapat memperoleh capaian pembelajaran yang positif.
Keenam, pendekatan bermain dalam belajar. Konsep pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik di setiap satuan pendidikan adalah bermain-belajar bagi anak. Karena dengan ini akan memberi kontribusi untuk perkembangan psikologis, memperluas imajinasi, dan memperkuat daya kreativitas. Implementasinya dari bermain yang dilakukan harus kontekstual, bermakna, dan selaras dengan nilai budaya dan lingkungan sosial masyarakatnya.
Ketujuh, kualitas guru dan tenaga kependidikan. Kualitas kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan selalu terkait dengan kompetensi yang dimilikinya. Hal ini berarti pengembangan kualitas pedagogik dan profesional menjadi bagian penting dalam pengembangan kompetensi yang berkelanjutan.
“Gurunya harus mampu mengklasifikasi suatu persoalan sebelum anak didik dilatih untuk itu. Kadang-kadang kita kalau berpikir positif tentang kenapa orang bisa melakukan korupsi, karena sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk mengklasifikasi suatu hal,” ujar Nurmarina.