MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Muktamar Tariih di Sidoario memutuskan tetap adanya hijab dalam rapat Muhammadiyah yang dihadiri oleh Laki-laki dan Perempuan.
Adapun cara pelaksanannya diserahkan kepada yang bersangkutan dengan mengingat atau memperhatikan kondisi, waktu dan tempat. Keputusan Muktamar Tarijih tersebut didasarkan pada Firman Allah SWT.pada surat Nur ayat 30 dan 31: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka.Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.
Ayat di atas memberi pengertian bahwa pandang-memandang antar pria dan wantia lain (yang bukan muhrim atau bukan suami isteri) tanpa hajat Syar’i, begitu pula pergaulan bebas antara pria dan wantia, dilarang oleh Islam. Dimaksud dengan hijab adalah sesuatu yang dapat menutup/menjaga pandangan antara pria dan wanita lain (yang bukan muhrim atau bukan suami isteri). Hijab itu boleh berwuiud tabir, apabila masih/tetap dikhawatirkan saling tidak dapat menjaga diri masing-masing dan pandang-memandang yang haram terlarang, boleh juga tidak berwujud tabir, apabila telah terjamin tidak akan ada pandang-memandang yang dikhawatirkan tersebut.
Jadi tidak diharuskan menghilangkan tabir dan tidak pula diharuskan memakai tabir. Mengenai hiiab yang mana dari keduanya yang dipilih di jalankan adalah tergantung pada keyakinan/pendapat Muhammadiyah setempat. Apakah akan memakai hijab yang berwujud tabir ataukah yang tidak berwujud tabir. Mengenai “Pandang-memandang antara pria dan wanita lain yang bukan muhrim atau bukan suami-isteri) tanpa hajat Syar’i, begitu pula pergaulan bebas antara pria dan wanita, dilarang oleh Islam”, perlu dijelaskan kepada keluarga Muhammadiyah (baik besar maupun kecil, tua maupun muda, pria maupun wanita; baik dalam pertemuan-pertemuan, rapat-rapat, sidang-sidang maupun pengajian-pengajian; baik melalui pendidikan di sekolah-sekolah dengan berbagai tingkatannya maupun di luar sekolah), bahwa kita sekalian harus meniaga / mengikis pergaulan atau perhubungan bebas antara pria dan wanita yang sekiranya akan mengakibatkan dan memudahlan pandang-memandang yang tidak diharapkan oleh agama.
Dengan demikian kita dapat memberikan tuntunan, bimbingan dan didikan yang baik kepada mereka dan dapat memberikan jalan yang baik untuk hidup, bekerja dan beramal dalam masyarakat yang kita bina bersama-sama dalam menuju masyarakat Islam yang sebenarnya.
Dimaksud dengan “rapat-rapat Persyarikatan Muhammadiyah yang dihadiri oleh pria dan wanita”, terutama adalah rapat-rapat, sidang-sidang, pertemuan-pertemuan termasuk pengaiian-pengaiian dan kursus-kursus yang diadakan oleh Muhammadiyah. Syukur kalau selain Muhammadiyah mau mengikuti jejak yang baik itu.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan “cara pelaksanannya diserahkan kepada yang bersangkutan dengan mengingat/memperhatikan kondisi, waktu dan tempat”, berarti terserah kepada kita (Muhammadiyah), menurut situasi dan kondisi setempat, bagaimana keyakinan/pendapat dari panitia/penyelenggara, terutama Muhammadiyah setempat. Lebih baik lagi, jika Majelis Tarjih setempat yang menentukan dan memberikan petunjuknya.