MUHAMMADIYAH.OR.IDBANDUNG– Wakil Ketua Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah, Prof. Edy Suandi Hamid, berharap sekaligus dorong Perguruan Tinggi Muhammadiyah – ‘Aisyiyah (PTMA) memiliki kemampuan komunikasi, negoisasi, dan berdiplomasi di kawasan internasional.Dalam sambutannya, di acara seminar nasional Teknik Diplomasi dan Negosiasi bertema
“Penguasaan Teknik Negosiasi dan Diplomasi dalam Upaya Menyukseskan Kerjasama Internasional,” pada, Selasa (29/3) yang diadakan di Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Bandung.
Edy Suandi Hamid dalam sambutannya menyambut baik penyelenggaraan seminar, karena berkaitan dengan visi dan misi Persyarikatan Muhammadiyah khususnya di bidang pendidikan tinggi.
“Persyarikatan Muhammadiyah memiliki 172 lembaga, yang diantaranya ada 73 universitas. Nah, tidak semua di antara kami ini memiliki keahlian berkomunikasi, berdiplomasi dan atau bernegosiasi. Karenanya, seminar nasional yang diadakan Askui ini merupakan hal yang sangat positif. Bisa mendukung pelaksanaan tugas sehari-harinya,” tutur Edy Suandi Hamid.
Menurut Edy Suandi, peran KUI yang berkolaborasi dalam Askui ini cukup penting. Alasannya, KUI PTMA diharapkan dapat melakukan kerjasama atau kemitraan di dalam negeri maupun internasional dengan berbagai pihak. Harapan senada juga dikemukakan Wakil Ketua I Askui, Saprudin dan Rektor Unisa Bandung, Tia Setiawati.Saprudin berharap, pengurus KUI PTMA memiliki sejumlah program kerja yang tujuan utamanya menjalin kerjasama, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Karenanya, skill berdiplomasi dan bernegosiasi itu menjadi penting,” tutur Syafrudin.Dalam sambutannya, Tia Setiawati mengemukakan, pelaksanaan seminar nasional terkait diplomasi dan negosiasi ini mengingatkan dengan momentum diplomasi Bandung di masa silam.
“Di lembaran sejarah, di Kota Bandung sempat berlangsung Konfrensi Asia Afrika (KAA) pada tahun 1955,” kata Tia Setiawati.
Dikemukakannya, situasi dan kondisi dunia saat ini diwarnai berbagai peristiwa. Sikap pro dan kontra pun mengemuka tanpa dapat kita hindari. Problem yang terjadi tidak hanya di dalam negeri, tapi juga luar negeri. Persoalan dan faktor penyebabnya juga kian beragam.Interaksi antar negara dengan berbagai kepentingan dan modus, ternyata memunculkan atmosfer politik bernuansa pertikaian. Dalam perspektif akademisi, problem Komunikasi Politik yang krusial beririsan dengan dimensi Komunikasi Sosial Budaya, Komunikasi Bisnis, Ekonomi, Hankam, Pendidikan, Kesehatan, dan bahkan Agama.
Politik “Bebas Aktif” yang dianut Indonesia, ujar Tia Setiawati, kini berhadapan dengan realita perseteruan dunia internasional, yang notabene terbagi beberapa blok. Indonesia mau tak mau mesti bersikap dan menunjukkan kepeduliannya terhadap persoalan yang terjadi di masa kini.
Eksistensi Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) maupun ASEAN dan keterikatannya secara langsung maupun tak langsung dengan sejumlah negara adi daya, jelas menuntut adanya narasi diplomasi dan negosiasi yang kualitatif.
“Dalam konteks inilah, skill diplomasi dan negosiasi merupakan kebutuhan yang urgen dan signifikan. Secara akademisi, khususnya terkait dengan Tridharma Perguruan Tinggi, tentu saat kajian persepektif Pendidikan dan Penelitian, mengemukalah tokoh diplomasi ulung antara lain Haji Agus Salim, Kasman Singodimejo, dan lainnya,” ungkap Tia Setiawati.
Hits: 7