Risni Julaeni Yuhan
Ketua Dept. Pendidikan & Penelitian PP Nasyiatul Aisyiyah
Perkembangan teknologi digital membawa perubahan pada berbagai sektor. Terutama pada peranan perempuan baik di domain privat keluarga hingga ruang publik. Partini (2017) menyatakan bahwa perkembangan ideologi gender sebagai akibat dari gerakan perempuan dan berkembangnya teknologi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan sikap dan perilaku perempuan serta institusi yang mewadahinya.
Pengaruh perkembangan teknologi terhadap perempuan sangat luas. Mencakup bidang sains, sosial dan ekonomi. Misalnya, sebagaimana yang ditunjukkan pendirian star up yang diinisiasi oleh perempuan. Kemudian banyak perempuan yang mulai terlibat sebagai pelaku e-commerce atau bisnis online. Selain itu, berdampak pula pada perubahan peranan perempuan pada aspek pendidikan dan pekerjaan; serta pada aspek pernikahan dan tranformasi sistem nilai budaya pada generasi berikutnya.
Gerakan Perempuan Indonesia
Kebangkitan gerakan perempuan di Indonesia sudah berkembang sejak era kolonial Belanda, yakni Aisyiyah (1917) dan Nasyiatul Aisyiyah (penggunaan nama NA pada tahun 1931). Sementara pada tingkat negara, ketika Soekarno memimpin, kepedulian negara terhadap hak politik perempuan dan adanya kesetaraan dalam pemberian upah pekerja laki-laki dan perempuan yang diataur dalam UU 80/1958 (Darwin, 2005).
Selain itu, gambaran perhatian pemerintah terhadap perempuan adalah adanya Kementerian khusus yang mengurusi bidang perempuan yaitu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Titik terang perjuangan gerakan feminis di Indonesia tergambar juga pada adanya Inpres No. IX/2000 tentang negara menerapkan gender mainstreaming yang lebih dikenal dengan Pengarus Utamaan Gender (PUG) di seluruh jajaran kementerian.
Perbedaan generasi (mulai dari Generasi X hingga pada Generasi Alpha) yang dipengaruhi oleh perkembangan dunia global dan teknologi sangat berpengaruh pada kehidupan seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Partini (2017) bahwa revolusi teknologi komunikasi dan informasi mengubah peradaban, cara berpikir dan prilaku manusia serta berdampak pada perubahan pola struktur kekuasaan dalam masyarakat.
Kesenjangan Gender
Perkembangan teknologi terus berlangsung, dampak positifnya dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja serta mampu meningkatkan kreativitas dan inovasi. Namun di balik itu tentu ada dampak negatifnya yaitu terciptanya gender gap.
Gender gap adalah selisih antara perempuan dan laki – laki dalam intensitas partisipasi, akses untuk menggali informasi, hak, kekuatan dan pengaruh, remunerasi dan keuntungan (Date-Bah, Eugenia, et al, 2000).
Gender gap ini kemudian menjadi acuan dalam peristiwa ketidaksamaan (inequalities) di berbagai bidang seperti politik, pendidikan, perlindungan dari kekerasan, termasuk partisipasi dan kesempatan pada kegiatan ekonomi.
Masalah Ketimpangan Gender
Masalah gender gap berakar dari posisi perempuan dalam sektor pendidikan dan pekerjaan. Dalam sektor pendidikan perempuan telah mampu bersaing dengan laki-laki, berdasarkan data indikator Pendidikan di BPS menunjukkan bahwa selama kurun waktu 3 tahun terakhir partisipasi perempuan dalam bidang pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi menunjukkan tingkat Partisipasi Perempuan lebih tinggi 32,85 pesern (2020) sedangkan APK laki-laki sebesar 29,55 persen (2020). Bebera indikator lainnya (Tabel 1) menggambarakan posisi unggul dari kaum perempuan dalam sektor pendidikan.
Tabel. 1.
Indikator Sektor Pendidikan dan Pekerjaan Berdasarkan Jenis Kelamin
Indikator | Tahun | Laki-laki | Perempuan |
APK Perguruan tinggi | 2018 | 28,34 | 32,09 |
2019 | 28,93 | 31,67 | |
2020 | 29,55 | 32,85 | |
Tingkat Penyelesaian Pendidikan SMA/Sederajat | 2018 | 60,64 | 63,1 |
2019 | 57 | 59,75 | |
2020 | 62,15 | 65,85 | |
Anak tidak sekolah SD/Sederajat | 2019 | 1 | 0,69 |
2020 | 0,72 | 0,52 | |
Anak tidak sekolah SMP/Sederajat | 2019 | 7,59 | 6,22 |
2020 | 8,42 | 6,08 | |
Anak tidak sekolah SMA/Sederajat | 2019 | 25,17 | 22,24 |
2020 | 23,57 | 21 | |
Distribusi Jabatan Manager Menurut Jenis Kelamin (Persen) | 2017 | 73,37 | 26,63 |
2018 | 71,03 | 28,97 | |
2019 | 69,37 | 30,63 |
Sumber: BPS 2021
Kondisi perubahan yang berada pada sektor Pendidikan baik secara langsung ataupun tidak langsung hal tersebut berpengaruh pada perkembangan sektor ketenagakerjaan.
Menurut Partini (2007) jumlah laki-laki yang bekerja di sektor formal mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah perempuan di sektor tersebut.
Kontribusi Ekonomi Perempuan
Meskipun mengalami penurunan posisi laki-laki pada saat ini berdasarkan hasil Sakernas Februari 2021 (64,90 persen) menunjukkan bahwa ketimpangan penguasaan pekerjaan di sektor formal masih didominasi oleh kaum laki-laki.
Demikian pula di sektor informal laki-laki masih mendominasinya, namun posisi perempuan sudah menunjukkan posisi yang sama karena hampir setengah dari pekerja informal adalah perempuan (BPS, 2021).
Menurut hasil riset Profil Bisnis oleh Bank Indonesia diperoleh hasil bahwa 43 persen UMKM di Indonesia pemiliknya adalah perempuan, dan UMKM ini mampu berkontribusi lebih dari 60 persen terhadap PDB dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 97 persen.
Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa perempuan sduah banyak berkontribusi dalam kehidupan perekonomian bangsa ini.
Kesempatan Menjadi Pemimpin Begitu Terbatas
Hal lainnya yang masih sering terjadi pada kaum perempuan adalah perempuan selalu kalah dalam mencapai posisi struktur pimpinan, namun seiring waktu pernyataan ini dapat dihilangkan dengan adanya perbaikan pendidikan kaum perempuan.
Fakta lain yang mampu menghilangkan stigma negatif tersebut dapat dilihat dari adanya peningkatan dalam beberapa nilai indikator gender seperti keterlibatan perempuan di parlemen mengalami kenaikan dari 2019 sebesar 20,52 persen menjadi 21,09 persen di 2020.
Indikator lainnya yaitu proporsi perempuan yang berada di posisi managerial terus mengalami kenaikan dari 28,75 persen (2018) menjadi 33,08 persen (2020) yang seiring pula dengan sebaran perempuan yang menempati jabatan manager yang terus mengalami peningkatan (Table 1).
Peningkatan Partisipasi Perempuan
Berdasarkan gambaran di atas menunjukkan bahwa partsipasi perempuan dalam dunia publik atau pasar kerja terlihat mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Namun, hal tersebut belum signifikan setara dengan laki-laki, hanya saja setidaknya kesempatan untuk masuk mengakses sektor tersebut sudah terbuka.
Kondisi ini tergambar dari hasil penelitian Yuhan (2020) menyatakan bahwa tidak terdapat spilover antara tenaga kerja wanita dengan tenaga kerja laki-laki, serta pertumbuhan tenaga kerja wanita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Peranan Perempuan di Keluarga
Selanjutnya, bagaimana pergeseran peranan perempuan dalam institusi keluarga dan bagaimana transformasi budaya terjadi dalam institusi tersebut yang disebabkan oleh kemajuan teknologi.
Sesungguhanya fenomena ini bukan suatu hal yang baru, karena perubahan-perubahan dalam institusi keluarga sudah mengalami pergeseran sejak terjadi revolusi industri.
Dengan adanya revolusi industri mendorong berkembangnya paham kapitalis yang memperkenalkan berbagai produk barang/jasa terkait pekerjaan domestik sehingga kondisi tersebut mampu mengubah pandangan terhadap institusi keluarga yang awalnya berbasis gender menjadi bahwa pekerjaan domestik bisa dialih tugaskan dan dikerjakan oleh orang dewasa lainnya (Moraletat, 2020).
Pengaruh Teknologi terhadap Perempuan
Era kemajuan teknologi menambah keberanian perempuan untuk dapat mengakses dunia publik, hal itu menjadikan seolah perempuan sebagai penyebab terjadinya pergeseran budaya dan fungsi keluarga.
Dengan kejadian ini seolah terjadi pergeseran peran laki-laki yang harus bertanggung jawab pada kehidupan dan pengurusan wilayah domestik keluarga, lebih dari itu menyebabkan pengasuhan anak tidak optimal.
Anak semakin banyak berinteraksi dengan Smartphone-nya, bukan lagi tunduk pada orang tua namun tunduk pada dunia maya. Apapun yang terjadi bukan semata karena peran perempuan berkurang di wilayah domestik karena sesungguhnya harmonisasi kultur dalam keluarga merupakan tugas bersama istri dan suami.
Pasangan istri dan suami di era hari ini harus mampu mensinergikan semua aspek dalam berkeluarga dan mendialogkan semua hal yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga.
Perkembangan zaman harus mampu direspon dengan positif oleh kedua belah pihak yaitu laki-laki dan perempuan, sehingga terwujud kehidupan yang selaras.
Tidak lagi banyak terjadi ketimpangan gender dimana keduanya dapat bersama-sama menyongsong kehidupan berkemajuan serta memiliki akses, kontrol, partisipasi dan manfaat yang sama dalam menjalani kehidupan bermasyarakat ataupun dalam pembangunan.
*Penulis merupakan Ketua Dept. Pendidikan & Penelitian PP Nasyiatul Aisyiyah, mahasiswa Program Doktor Kependudukan UGM, dan Dosen Politeknik Statistika STIS.
Editor: Fauzan AS
Hits: 9