MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dalam Fatwa Tarjih ada yang bertanya: Haramkah menerima bantuan dana haji dari non Muslim? Bolehkah menolaknya dengan alasan: lebih baik dana tersebut untuk sesuatu yang lebih membutuhkan dan kemaslahatan umum?
Pada dasarnya haji hanya diwajibkan kepada orang yang mempunyai istitha’ah (kemampuan, baik biaya maupun kesehatan) jasmani dan rohaninya. Bagi orang yang tidak mampu, maka tidak perlu minta bantuan ke mana saja, sebab ia tidak berkewajiban melakukannya. Tetapi apabila ada seseorang yang membantunya, boleh diterima atau ditolak, melihat harta yang dibantukan, bersih atau tidak. Jika diyakini bersih (thayyib), maka boleh diterima. Sebab hanya yang thayyib saja diterima Allah.
Dalam hadis disebutkan: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hai manusia, sesungguhnya Allah adalah Thayyib, dia tidak menerima kecuali yang thayyib (bersih dan halal)…” (HR. Muslim).
Pada QS. Ali ’Imran ayat 97, dijelaskan bahwa ibadah haji diwajibkan bagi orang-orang yang mempunyai istitha’ah, yaitu orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani, dan perjalanan pun aman, serta keluarga yang ditinggalkan terjamin kehidupannya. Maka apabila tidak mempunyai istitha’ah, tidaklah wajib menunaikan ibadah haji, tidak perlu minta bantuan dan sebagainya.
Biaya untuk menunaikan ibadah haji pun harus thayyib (bersih dan halal), artinya bukan hasil usaha yang tidak halal, seperti hasil korupsi, hasil mencuri, hasil perzinaan dan sebagainya yang diharamkan Allah, sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi Saw bahwa Allah adalah Thayyib, dan tidak menerima kecuali yang thayyib.
Berdasarkan keterangan singkat tersebut, maka biaya untuk menunaikan ibadah haji sebaiknya adalah hasil usaha sendiri. Apabila ada orang atau lembaga yang memberi bantuan, maka perlu diketahui bahwa biaya tersebut berasal dari usaha yang halal. Mendahulukan kemaslahatan umum lebih baik daripada kemaslahatan pribadi. Wallahu a‘lam bish-shawab.