MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Anak merupakan tumpuan harapan dan investasi masa depan paling agung bagi suatu bangsa. Menjaga keberlangsungan hidup dan tumbuh kembang anak seharusnya selalu menjadi prioritas utama. Karena itulah, Ketua PP ‘Aisyiyah Shoimah Kastolani mengatakan bahwa Muhammadiyah menyusun Fikih Perlindungan Anak, suatu tuntunan yang komprehensif, mulai dari azas filosifis hingga praktisnya.
Shoimah menerangkan bahwa sebagaiamana dalam banyak produk fikih baru dari Muhammadiyah, semisal Fikih Kebencanaan, “Fikih” di sini dipahami sebagai totalitas pemahaman terhadap ajaran Islam yang terdiri dari norma berjenjang yang meliputi nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasyyah), prinsip-prinsip universal (al-ushul al-kulliyah), dan ketentuan hukum praktis (al-ahkam al-far’iyyah). Dengan demikian, gagasan Fikih Perlindungan Anak pun dibangun dengan mengikuti struktur norma berjenjang tersebut.
“Fikih menurut Majelis Tarjih itu membawa hal-hal yang baru tidak sempit serta menjadi pedoman dan tuntunan dengan nilai filosofis dan praktis. Sejauh ini Muhammadiyah telah mengeluarkan Fikih Tata Kelola, Fikih Anti Korupsi. Lalu bagaimana anak dalam pandangan Islam?” ucap Shoimah dalam kajian yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Senin (29/11).
Shoimah menerangkan bahwa dalam al-Quran, setidaknya ada delapan tipologi makna anak dalam kehidupan manusia, yaitu nikmat (ni‘mah; QS. Maryam: 5), amanat (amanah; QS. al-Anfal: 27), perhiasan (zinah; QS. Al Kahfi: 46), penenang hati (qurratu ‘ain; QS. Al Furqan: 74), ujian (fitnah; QS. Al Taghabun: 15), musuh (‘aduww; QS. Al Taghabun: 14), harapan orangtua ketika berusia senja, dan penolong (wali).
Dari makna anak di atas, Fikih Perlindungan Anak dibangun di atas tiga nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasyyah) yakni tauhid, keadilan, dan maslahat. Nilai tauhid meniscayakan keyakinan bahwa pada hakikatnya seluruh isi alam, termasuk anak, adalah milik Allah sebagaimana yang dijelaskan pada ayat di atas. Orangtua hanyalah pelaksana amanah dari Allah untuk merawat dan mendidik anak agar menjadi hamba Allah yang menaati segala aturan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
“Dari nilai tauhid ini kita sebagai orangtua mesti mendidik anak supaya tidak menjadi orang yang menyekutukan Allah atau syirik, melainkan menjadi hamba yang tunduk dan taat hanya kepada Allah Swt. Selain itu, kita juga harus mempersiapkan anak kita menjadi orang yang bermanfaat,” kata Shoimah.
Adapun nilai keadilan, maka dalam konteks perlindungan anak, ia bermakna memberikan hak anak dengan tepat atau membebankan kewajiban sesuai kemampuannya. Keadilan dalam Fikih Perlindungan Anaka juga berarti mencintai semua anak, memberikan hadiah atau sanksi tanpa diskriminasi. Nilai terakhir yakni maslahat yang berarti segala upaya merawat, mengasuh, melindungi, membesarkan dan mendidik anak hendaknya berbuah pada lahirnya kemanfaatan pada diri anak.
“Kita harus membimbing anak kita agar adil dan obyektif, seimbang antara hak dan kewajiban. Juga kita sebagai orangtua harus melindungi anak-anak kita agar terjaga agamanya, jiwanya, hartanya, keturunannya, dan akalnya,” tegas Shoimah.