MUHAMMADIYAH.ID, MANADO – Ahad, (4/4) Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhadjir Effendy menyebutkan bahwa ada tiga bentuk ruang dalam gerakan Persyarikatan Muhammadiyah.
Tiga bentuk ruang itu adalah Muhammadiyah sebagai organisasi, Muhammadiyah sebagai sosio-denominator (irisan persinggungan), dan Muhammadiyah sebagai state of mind (alam pikiran).
Menurut Muhadjir, dua telah terbangun dengan baik, namun satu di antaranya yakni ruang aspek sosio-denominator dianggap perlu digarap lebih serius oleh Muhammadiyah bersama seluruh elemennya.
Sosio-denominator yang dimaksud oleh Muhadjir adalah persinggungan masyarakat maupun tokoh-tokoh publik dan nasional yang memiliki irisan/singgungan dengan Muhammadiyah baik melalui sejarah keluarga ataupun riwayat pendidikan dengan lembaga Muhammadiyah, namun tidak terjalin komunikasi lebih lanjut.
Muhadjir menyebut sekian nama besar di sektor Pemerintahan maupun non pemerintahan yang memiliki hubungan sosio-denominator namun tidak terjalin hubungan dengan Persyarikatan sehingga Muhadjir merasa ada keterputusan riwayat Muhammadiyah di dalam ruang tersebut.
Jikalau ada tokoh dalam ruang tersebut yang dinilai keluar dari manhaj Muhammadiyah, justru tugas Persyarikatan untuk merangkul dan membersamainya agar kembali dan dekat dengan Muhammadiyah.
“Ini tanggungjawab kita untuk membangkitkan kembali rasa sosio-denominator. Jangan kemudian kita jauhi karena dianggap tidak khittoh lagi, saya kira kelemahan Muhammadiyah itu,” ungkap Muhadjir.
Selain sosio-denominator, ruang lainnya adalah ruang organisasi dan ruang alam pikiran. Ruang organisasi dianggap Muhadjir tergarap dengan baik, dan ruang alam pikiran ada di wilayah fenomena sehingga Muhammadiyah tidak bisa merekayasanya kecuali melalui pembangunan pusat-pusat keunggulan.
“State of mind, suasana pemikiran Muhammadiyah ya Islam modern yang berkemajuan itu. Artinya apa? Biar mereka tidak punya ikatan dengan Muhammadiyah, tapi kalau dia muslim dan punya visi maju, maka state of mind-nya adalah Muhammadiyah,” jelas Muhadjir.