MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Media sosial saat ini tidak bisa dipandang sebelah mata atau dikesampingkan, menurut Ismail Fahmi, Founder Drone Emprit, media sosial saat ini sering menjadi pembentuk pandangan umum maupun narasi umum di realitas masyarakat.
Melihat kenyataan dampak media sosial tersebut, Fahmi berharap Muhammadiyah ikut aktif dalam perbincangan di media sosial. Narasi positif yang dimiliki oleh Muhammadiyah perlu untuk dipublikasi dan diharapkan menjadi narasi umum masyarakat real.
Menurutnya, jika dibandingkan dengan Nahdlatul ‘Ulama (NU), perbincangan Muhammadiyah di media sosial masih minim keterwakilan oleh influencer-tokoh yang turut meramaikan narasi Muhammadiyah di media sosial.
Dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah ke-48 yang diselenggarakan di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Yogyakarta pada, Kamis (10/3). Alumni SD Muhammadiyah Bojonegoro, Jawa Timur ini menyebut, pandangan moderat yang dimiliki oleh Muhammadiyah harus dinarasikan lebih kuat di media sosial.
Dari data yag berhasil dikumpulkan, Ismail Fahmi menyebut perbincangan tentang Islam di media sosial lebih banyak diafiliasikan kepada tindakan radikal, intoleran, dan khilafah. Afiliasi ke terma-terma tersebut megakibatkan Islam direpresentasikan secara negatif.
“Di sinilah pentingnya Muhammadiyah harus hadir, membangun sesuai dengan yang diinginkan harus bicara isu ini dan membawa yang kita inginkan di media-media sosial”. Tuturnya.
Di sisi lain, keberadaan Muhammadiyah dengan organisasi Islam lain seperti NU, di media sosial seringkali dihadap-hadapkan oleh oknum atau akun-akun yang tidak bertanggungjawab. Dosen Universitas Islam Indonesia (UII) ini menegaskan, narasi tersebut tidak boleh dibiarkan, sebab akan memiliki dampak pada realitas sosial masyarakat.
“Pertentangan dan pertarungan narasi sudah tidak lagi murni organisasi atau kelompok, tapi lebih kepada polarisasi politik. Ini berbahaya bagi kerukunan sosial masyarakat,” imbuhnya.
Lebih detail Fahmi menuturkan, bahwa dalam membangun narasi di media sosial tidak hanya menggunakan artikel atau narasi berupa teks. Tapi juga harus disuarakan melalui visual atau meme, dan video-video pendek.
Di sisi lain, ia juga mengakui bahwa kecenderungan anak-anak muda Islam kekinian tidak lagi mengafiliasikan dirinya dengan organisasi, melainkan mereka mengidentifikasikan dirinya dengan sosok atau tokoh-tokoh.
Oleh karena itu, Ismail Fahmi menyarankan kepada Muhammadiyah supaya lebih banyak lagi membangun branding melalui influencer. Hal itu bisa digali dari potensi Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) yang aktif di Organisasi Otonom (Ortom).