MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANDUNG—Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang melakukan transaksi baik barang maupun jasa. Pasar sebagai pusat pergerakan ekonomi telah hadir sejak zaman Rasulullah Saw, sehingga hal ini bukan sesuatu yang asing dalam Islam. Jauh sebelum Adam Smith menulis buku The Wealth of Nations, aturan makanisme pasar dalam Islam telah dibicarakan dalam hadis Rasululllah Saw.
Dalam sebuah hadis yang disampaikan Anas bin Malik didapati informasi tentang adanya kenaikan harga-harga barang di Madinah. Banyak di antara penduduk Madinah mengajukan saran kepada Rasulullah Saw agar secepatnya menetukan harga. Akan tetapi, Rasulullah Saw berkata bahwa satu-satunya yang berhak menentukan harga hanya Allah (inna Allah huwa al-musa’ir).
Dalam kapasitasnya sebagai kepala Negara, Rasulullah Saw menolak untuk melakukan intervensi harga. Menurut Yadi Janwari apa yang dimaksud dengan harga hanya ditentukan Allah ialah mengembalikan ketentuan harga kepada mekanisme pasar. Dengan kata lain, ketentuan harga tergantung pada hukum supply and demand, bukan ditentukan oleh kepala negara atau pemerintah.
Seandainya negara turun tangan dan mengintervensi harga, maka hanya akan menyingkirkan sektor swasta sehingga berdampak pada terganggunya equilibrium pasar.
“Negara atau pemerintah atau penguasa tidak punya hak untuk melakukan intervensi di dalam penentuan harga. Penentuan harga berdasarkan hadis ini diserahkan kepada mekanisme pasar, diserahkan pada kekuatan supply and demand,” penulis buku Peradaban Ekonomi Islam ini dalam Gerakan Subuh Mengaji yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Jawa Barat pada Selasa (08/03).
Menurut Guru Besar Ekonomi Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati ini, meski harga diserahkan pada mekanisme pasar, terkadang muncul kejadian para pedagang yang melakukan monopoli yang tak jarang merugikan konsumen bahkan merugikan negara. Karenanya, negara bisa melakukan intervensi dengan syarat kondisi perekonomian masyarakat dalam keadaan: ihtikar (penimbunan barang) dan siyasah al-ighraq (banting harga).
Membiarkan penimbunan yang menyebabkan barang semakin langka dan harga barang semakin naik, bila tidak diatasi secepatnya akan terjadi inflasi. Dalam hal ini negara memiliki kewenangan untuk menjatuhkan hukuman bagi pihak-pihak yang melakukan penimbunan barang sebelum terjadi krisis moneter di kemudian hari. Negara juga berhak melakukan intervensi tatkala ada pihak-pihak yang melakukan banting harga.
Jika hal ini dibiarkan subur, maka akan terjadi kelebihan barang dan penurunan harga. Andai terus dibiarkan akan terjadi deplasi.
“Kalau terjadi kondisi-kondisi tertentu maka pemerintah diberikan kewenangan di dalam melakukan intervensi, tetapi bukan di dalam menentukan harga, yang boleh dilakukan ialah meminimalisirnya, yaitu mencari dan memberikan sanksi pada pihak-pihak yang menimbun barang maupun yang membanting harga,” ujar Yadi.