MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Menyambut hari besar Iduladha 1442 Hijriyah 20 Juli mendatang, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan Edaran Terkait Pandemi dan Iduladha 1442 H pada Jumat (2/7).
Dalam forum Sosialisasi dan Konsolidasi Edaran tersebut, Rabu (7/7) Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menganggap bahwa masih ada sebagian kecil warga Persyarikatan yang tidak memahami cara Muhammadiyah memandang realitas yang terangkum dalam sistem bernama Bayani (dalil), Burhani (Ilmu Pengetahuan), dan Irfani (hikmah).
“Kenapa itu penting? Saya ingin ngobrol dari hati ke hati dengan para Pimpinan Muhammadiyah dari Pusat maupun di Wilayah juga Ortom dan Majelis-Lembaga,” kata Haedar.
“Pertama, ternyata tidak sederhana. Ketika satu setengah tahun berjalan wabah ini dengan banyak korban, kemudian PP Muhammadiyah juga berkali-kali menyampaikan edaran dengan berkali-kali kegiatan Persyarikatan, kegiatan kemasyarakatan hingga soal ibadah, baik yang yaumiyah (harian) berkaitan salat di masjid sampai pada Ramadan Idulfitri-Iduladha ternyata masih ada respon-respon sebagian kecil di Persyarikatan kita yang masih mungkin ragu atau juga punya pandangan lain bahwa masalah-masalah keagamaan yang terkait dengan Covid-19 bagi sebagian itu ternyata masih dipahami lain,” ungkapnya.
Pandangan lain itu misalkan menolak menutup masjid, mengedepankan dalil tapi menegasikan sains, atau mengedepankan sains tanpa ada aspek empati.
Haedar menangkap bahwa tidak diikutinya Edaran dan Sikap Pimpinan Pusat oleh sebagian kecil warga Persyarikatan adalah fenomena baru sekaligus tugas bagi setiap anggota Persyarikatan untuk terus mengenalkan satu kesatuan 3 sistem pandangan keagamaan Muhammadiyah di atas kepada warga lain yang belum paham.
“Artinya bahwa di tubuh sebagian warga Persyarikatan kita itu masih ada ganjalan-ganjalan soal-soal keagamaan seperti itu. Yang kalau sependek pemahaman saya, baik dari pemahaman Manhaj Tarjih maupun perjalanan Muhammadiyah yang begitu panjang menjadi pelopor pemahaman Islam yang tajdid, tapi tajdidnya juga tepat berpijak pada pemahaman keislaman yang kokoh, yang dalam bahasa Matan itu pengamalan Islam yang berdasar pada Alquran dan Sunnah Nabi yang makbullah dengan akal pikiran yang sejalan, sejiwa dengan ajaran Islam, rupanya juga mengalami deviasi atau pemahaman yang berbeda dengan sebagian warga kita yang ini tentu perlu menjadi perhatian kita,” terangnya.
“Bukan untuk menutup pandangan keragaman di dalam beragama tetapi jangan-jangan bahwa itu karena pemahaman-pemahaman yang tidak tuntas dari sebagian pemahaman warga kita yang memerlukan konsolidasi terus menerus,” imbuhnya.
Tak ada pilihan lain, para dai juga seluruh warga Persyarikatan ditekankan Haedar terus mengenalkan cara pandang Muhammadiyah ini.
“Maka Edaran-Edaran yang dirumuskan oleh Majelis Tarjih, tentu perlu menjadi perspektif baru bagi kita untuk penguatan, penajaman, pendalaman terhadap pemahaman Keislaman kita yang berdimensi selain Bayani dan Burhani tapi juga yang Irfani,” tegasnya.
Hits: 5