MUHAMMADIYAH.OR.ID, JEPANG – Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PCIM dan PCIA) Jepang resmi dikukuhkan pada Ahad (24/9), melalui pengukuhan tersebut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Agung Danarto mendukung pengibaran bendara Muhammadiyah di Negeri Samurai.
Eksistensi PCIM dan PCIA Jepang, imbuh Agung, selain menjadi wadah paguyuban sekaligus sebagai wadah kaderisasi. Selain itu, keberadaan PCIM dan PCIA menurutnya juga tidak bisa dilepaskan dari fungsi dakwah Muhammadiyah di Negeri Samurai itu.
“Selain itu, PCIM dan PCIA juga dapat menjadi jembatan penghubung bagi berbagai amal usaha Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yang ada di Indonesia dalam rangka meraih kemajuan,” ungkap Agung.
Tidak cukup sampai di situ, PCIM dan PCI Jepang juga didorong untuk memiliki legal standing atau pengakuan badan hukum dari Pemerintah Jepang, sehingga dapat mengembangkan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di Jepang.
“Akan luar biasa jika bisa mendapatkan badan hukum dari Jepang dan bisa mengelola dan mengembangkan amal usaha khas Jepang,” papar Agung.
Hal ini sebagaimana yang telah dilakukan Muhammadiyah di Australia dengan mendirikan sekolah dan di Malaysia dengan mendirikan Perguruan Tinggi. “Kemudian berjejaring dengan yang ada di Indonesia, tentu akan menjadi keunggulan tersendiri,” pungkas Agung.
Sementara itu, Ketua Umum PP ‘Aisyiyah Salmah Orbayinah menuturkan bahwa keberadaan PCIM dan PCIA Jepang bukti keseriusan program internasionalisasi Muhammadiyah-’Aisyiyah. Salmah berharap PCIM dan PCIA Jepang juga melakukan transformasi gerakan.
“Selain memperkenalkan ‘Aisyiyah Muhammadiyah ke negara Bapak Ibu berada tetapi juga memperkenalkan transformasi gerakan ‘Aisyiyah Muhammadiyah dan bagaimana faham ‘Aisyiyah Muhammadiyah bisa di ekspor ke seluruh dunia, memperkenalkan tujuan Muhammadiyah yang sangat mulia,” ungkapnya.
Misi utama internasionalisasi ‘Aisyiyah disebut Salmah adalah mensyiarkan paham tentang perempuan berkemajuan, di mana alam pikiran dan kondisi kehidupan perempuan yang maju dalam segala aspek kehidupan tanpa mengalami hambatan dan diskriminasi baik secara struktural maupun kultural sejalan dengan ajaran Islam.
Konsep ini dijelaskan Salmah menempatkan perempuan dan laki-laki setara di hadapan Allah, memuliakan laki-laki dan perempuan tanpa diskriminasi memiliki misi ubudiyah mewujudkan Islam Rahmatan lil Alamin.
Lebih lanjut Salmah menyampaikan harapannya agar setelah PCIA resmi berdiri dapat merespon berbagai permasalahan yang ada. Terlebih menurutnya berbagai persoalan masih dihadapi oleh perempuan di berbagai belahan dunia.
“Persoalan perempuan masih menjadi banyak perdebatan, perempuan masih menduduki posisi yang tidak menggembirakan dan doktrin keagamaan yang mendiskreditkan peran perempuan,” tuturnya.
Termasuk juga berbagai persoalan yang dihadapi oleh pekerja migran perempuan. Salmah menjelaskan jika permasalahan perempuan pekerja migran Indonesia ini juga menjadi salah satu isu strategis ‘Aisyiyah dan menjadi fokus gerakan ‘Aisyiyah.
Hits: 2985