MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA—Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy ceritakan pengalamannya membangun Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di acara Dies Natalis Universitas Paramadina ke 24 pada (11/1).
Mantan Rektor UMM ini menyebut, genealogi kelahiran antara UMM dengan Universitas Paramadina tidak jauh berbeda. Bahkan, founder kedua universitas beken tersebut yaitu Abdul Malik Fadjar, Nur Cholis Majid, Utomo Dananjaya, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saling bertukar ide tentang mengembangkan perguruan tinggi.
Berbagi pengalaman selama memimpin UMM, Muhadjir menyebut bahwa universitas itu seperti “bola” karena sulit menemukan sudutnya. Perguruan tinggi dari kacamatanya memiliki berbagai macam peluang yang bisa diciptakan kalau dengan prasyarat-prasyarat tertentu.
“Berdasarkan pengalaman saya yang tentu saja dari pengelola universitas. Dari pengelola Universitas Paramadina juga punya pengalaman lain, pasti pengalamannya unik dan ada partikularitas dalam kita mengelola perguruan tinggi,” ucap Muhadjir.
Salah satu yang dituntut adalah memiliki sikap istiqamah dan ketekunan. Menjaga sikap tersebut, terlebih bagi pengelola perguruan tinggi di Ibu Kota Jakarta, menurut Muhadjir, memiliki tantangan tersendiri, sebab banyak stimulan yang menghampiri dan jika tidak mampu menahan diri, maka stimulant tersebut akan mengubah sikap istiqamah dan tekun tersebut.
Terlebih di era media sosial sekarang, di mana ruang publik dipenuhi dengan gemerlap dan budaya ‘bujuk-rayu’ semakin menambah ujian para pengelola perguruan tinggi. Padahal mengelola perguruan tinggi merupakan jalan senyap, sebuah pekerjaan yang tidak boleh tergoda dan tidak boleh terlibat dalam hal hiruk-pikuk.
“Dalam aspek manajerial perguruan tinggi itu memerlukan ketekunan, ke pekerjaan yang diam, dan kita harus fokus,” imbuhnya.
Bahkan jika benar-benar fokus dalam mengembangkan perguruan tinggi, kata Muhadjir, waktu 1 kali 24 jam tidak cukup dalam mengurus perguruan tinggi. Sebab jika semakin ditekuni maka akan semakin banyak masalah yang terlihat dan segera untuk diselesaikan.
Selanjutnya, selain kemampuan akademik sebagai bekal untuk mengembangkan perguruan tinggi juga diperlukan kemampuan administrasi. Terutama dibutuhkan manajer kelas menengah yang bisa mengeksekusi secara cepat dan bagus, terutama bisa menerjemahkan ide-ide besar yang ada di perguruan tinggi itu.
“Tentunya juga kerukunan, kekompakan dibutuhkan dalam mengelolah sebuah lembaga sekecil apapun kalau itu namanya perguruan tinggi. Dan mengelola perguruan tinggi memerlukan seni tersendiri, karena di dalamnya terdiri dari kumpulan orang-orang merdeka,” sambungnya.
Serta, keberadaan perguruan tinggi tidak bisa dilepaskan dari ekonomi pendidikan. Akan tetapi ekonomi pendidikan tidak boleh dijadikan sebagai sumber untuk memperkaya diri, sebab dalam mengelola perguruan tinggi harus disertai sikap ikhlas karena Allah SWT.
Hits: 0