Seringkali kita mendapati banyak bermunculan tokoh-tokoh yang menjadi idola di masyarakat, terutama tokoh-tokoh agama. Tetapi terkadang tokoh itu justru menampilkan hal-hal yang cenderung negatif di masyarakat. Bagaimana sebenarnya hukum mengagumi dan mengikuti kyai kharismatik?
Menurut ajaran Islam kita wajib taat dan patuh kepada Allah, Rasul-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tunduk dan patuh kepada Allah, tuntunan dan petunjuknya terdapat dalam Al-Qur’an. Sedang tunduk dan patuh kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berarti kita melaksanakan perkataan, perbuatan, dan taqrirnya yang terdapat dalam as-Sunnah yang shahih dan maqbul, yang dimaksud dengan taqrir Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah perkataan dan perbuatan sahabat yang diketahui oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tetapi Beliau tidak memberikan reaksi (tidak menyalahkan dan tidak membenarkan) terhadapnya.
Sebagaimana diketahui bahwa perkataam, perbuatan, dan taqrir Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu mulai dilakukan pada permulaan abad kedua Hijriyah dan berakhir pada akhir abad ketiga Hijriyah. Hal ini berarti bahwa selama lebih dari satu abad Sunnah itu berada dalam hafalan sahabat, kemudian diajarkan dan dihafal oleh tabi’in. kemudian tabi’it-tabi’in mempelajari dan menghafal setelah menerima dari tabi’in. hal demikian dilakukan pula oleh atba’ut-tabi’it-tabi’in sampai kepada perawi dan perawi membukukannya. Dengan demikian as-Sunnah sampai dibukukan terjadi alih hafal sekurang-kurangnya lima generasi, yaitu generasi sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in, generasi atba’ut-tabi’it-tabi’in dan generasi perawi. Sebagaimana diketahui bahwa manusia itu tidak sama kemampuannya dan tidak sama pula nilainya. Ada yang pintar, ada yang kurang, ada yang banyak ilmunya ada yang kurang, ada yang dapat dipercaya, dan ada pula yang tidak dapat dipercaya, ada yang kuat hafalannya, ada yang kurang kuat dan sebagainya. Perbedaan tingkatan kemampuan dan nilai para sanad hadits ini menimbulkan perbedaan penilaian terhadap hadits yang sampai kepada kita. Karena itulah sebelum suatu hadits diamalkan perlu diteliti lebih dahulu, apakah hadits itu shahih sanadnya dan dapat diterima dengan arti tidak berlawanan dengan nash yang lebih kuat daripadanya.
Untuk meneliti sanad dan matan suatu hadits dapat dilakukan kaum muslimin pada masa kini, karena telah tersedia buku-buku yang menerangkan riwayat hidup orang-orang yang menjadi sanad suatu hadits. Demikian pula tentang matan hadits dapat diuji dengan nash yang lebih kuat daripadanya, seperti al-Qur’an dan as-Sunnah yang telah diakui kesahihannya dan kemaqbulannya.
Banyak nash yang dapat dijadikan dasar bahwa kita wajib mengikuti Allah dan Rasul-Nya, ialah Allah berfirman :
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ . قُلْ أَطِيعُوا۟ اللهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَإِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْكٰفِرِينَ[ آل عمران : 31-32]
Artinya : “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’. Katakanlah: ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir’. [QS. Ali Imran : 31-32]
Baca juga al-Qur’an surat an-Nisa’ : 59, al-Maidah : 92, al-Anfal : 20, an-Nuur : 54 dan banyak ayat-ayat al-Qur’an lain yang senada dengan ayat diatas serta mengancam dengan siksa setiap orang yang tidak mengikuti perintah tersebut. Dan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله ﷺ : بُنِيَ الإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ [متفق عليه]
Diriwayatkan dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadan”. (Muttafaq alaih)
Meyakini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai salah satu fundament Islam, maksudnya mengikuti dan taat melaksanakan yang termaktub pada sunnahnya.
Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kita hanya wajib taat dan patuh hanya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Sedang dalam masalah duniawi kita boleh mengikuti ulil amri (pemerintah) selama pemerintah itu tidak menyimpang dari ajaran dan perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman :
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ اللهَ وَأَطِيعُوا۟ الرَّسُولَ وَأُو۟لِى الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۚ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا [النساء : 59]
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Hal ini juga berarti bahwa kitab boleh saja mengikuti siapa saja termasuk kyai kharismatik selama ia berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah ash-shahihah dan al-maqbulah.
Kyai yang sekuler sebenarnya sama dengan orang yang tidak berilmu lagi sehingga fatwanya tidak layak diikuti, apalagi telah bertentangan atau tidak sesuai lagi dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Abu bakar Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ikutilah aku selama aku mengikuti Allah. Apabila aku durhaka kepada Allah tidak ada lagi kewajibanmu mengikutiku”. Para Imam Mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik bin Anas, Asy-Syafi’I, Ahmad bin Hanbal dan lain-lain, semua berfatwa yang isinya menyatakan bahwa ikutilah pendapat mereka selama pendapat mereka itu sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Wallahu a’lam bish-shawab
Sumber : Tanya Jawab Agama jilid 6 hal. 149
Hits: 41