MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA—Muhammadiyah adalah harokatun diniyatun Islamiyah. Makna gerakan keagamaan menurut Faturrahman Kamal adalah pemahaman agama yang bukan hanya bersifat individual transenden kepada Allah SWT.
Melainkan gerakan keagamaan Muhammadiyah adalah menempatkan agama sebagai kebenaran yang diterjemahkan secara opersional disepanjang sejarah manusia.
Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah ini juga menyebut, gerakan wasathiyah yang dipedomani oleh Muhammadiyah bukan klaim semata, akan tetapi pedoman menerjemahkan agama dalam realitas kehidupan sehari-hari.
“Kita mengkalim ajaran kita menebar rahmat, menebar kasih kepada siapapun di semesta ini, tetapi kita berhenti hanya pada klaim. Kita belum menunjukkan hal-hal yang bersifat operasional dan praksis dalam sejarah.” singgung Fathur pada Rabu (25/11) dalam Pengajian Milad Muhammadiyah ke-108 yang diadakan oleh Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
Mengutip ujung QS: Al Ahzab, 72, dalam konteks menjalankan amanah Allah SWT untuk memakmurkan bumi, menurutnya terdapat dua tipologi manusia yang berperan negative. Pertama, adalah mereka yang berbuat kedzaliman secara personal, dan kedzaliman yang bersifat sosial-struktural.
Kedua adalah karakter kebodohan atau jahil, yakni kejahilan dalam mengingkari kebenaran yang datang dari Allah SWT. Mereka melakukan parsialisasi dalam beragama, atau beragama secara fragmentatif. Mereka mengambil ayat-ayat sesuai dengan orientasi pendek baik itu pribadi atau kelompok.
Dalam konteks kekinian, mausia menurut Fathur sedang mengalami proses kehilangan kemanusiaannya. Di zaman yang sarat akan jebakan materealisme sekular, manusia hanya menjadikan dirinya instrument untuk mendapatkan keuntungan secara materi.
Hal tersebut menyebabkan manusia mudah tersulut provokasi dari kejadian yang belum tentu kebenarannya. Dalam dunia simulacra, manusia mengalami kesulitan membedakan antara kebenaran atau kejadian nyata dan modifikasi realitas yang dibentuk melalui algoritma.
“Bahkan ada saatnya bukan lagi manusia yang memanfaatkan teknologi. Ada saatnya kini teknologi menjadi tuhan itu sendiri, dan manusia menjadi hamba bagi teknologi,” tuturnya.
Disisi lain, fenoma yang sering ditemui saat ini adalah menolak kebenaran objektif dan mengedepankan kebenaran subyektif. Serta dengan mudahnya manusia merendahkan pribadi lain hanya karena perbedaan yang terjadi diantara mereka.
Keterlibatan di Persyarikatan sebagai Pertaruhan Keislaman
Peradaban sekarang menjebak penghuninya kedalam pola kehidupan sensasional. Termasuk dalam kehidupan beragam, pola ini begitu lekat. Termasuk dalam mekanai jihad, seolah-olah jihad adalah yang dilakukan oleh mereka yang demontrasi.
Padahal keterlibatan dijalan sunyi persyarikatan menurut Fathur merupakan jalan jihad, dan bagi siapa yang diembankan amanah tersebut harus confident. Meskipun tidak berdampak pada narsisme, keterlibatan di jalan sunyi persyarikatan adalah bagian dari pertaruhan keislaman.
Narsisme dalam pandangan Fathur akan membuat orang kehilangan daya rasionalitas dalam menghadapi hidup. Banyak ditemukan manusia modern yang menjalani hidupnya tanpa reasoning, mereka tidak punya alasan dalam pengambilan tindakan. Karena manusia modern hanya mementingkan trend.
“Orang-orang seperti ini akan kehilangan empati didalam keberagamaannya. Coba lihat sekarang, orang kejam sekali dalam memberikan komentar atau statmen di media sosial saat ini.” jelas Fathur.
Kalau empati sudah hilang dari struktur kemanusiaan, maka akan menyebabkan hilangnya azas-azas spiritualitas. Abad kini juga menciptakan manusia yang saleh secara virtual, namun tidak saleh secara individual dan factual dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan di masyarakat.
Hits: 7