MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Pengetahuan tentang waktu salat yang tepat sangatlah penting. Mengetahui masuknya salat menjadi dasar sah atau tidaknya salat tersebut. Apabila salat tidak dilaksanakan tepat watu, maka salat tersebut tidak sah. Waktu-waktu salat telah disebutkan dalam al-Quran dan diperinci oleh hadis Nabi saw. Berdasarkan dua sumber utama syariat Islam tersebut, penentuan awal waktu salat sangat dipengaruhi oleh peredaran matahari baik saat terbit, berkulminasi, dan tenggelam.
Waktu salat subuh berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadis menunjukkan bahwa waktu subuh ditentukan oleh fenomena alam. Awal salat subuh di Indonesia menjadi satu perbincangan yang cukup hangat beberapa tahun ini. Diskusi tersebut ditengarai berawal dari perbedaan pendapat tentang ketinggian matahari waktu subuh. Pandangan Muhammadiyah sebagaimana yang termaktub dalam Pedoman Hisab Muhammadiyah menyebut bahwa waktu subuh terjadi saat terbit fajar sadik sampai waktu terbit matahari.
Pembahasan tentang awal waktu subuh menjadi salah satu materi yang dibicarakan dalam Musyawarah Nasional Tarjih ke-31 pada Sabtu (12/12). Beberapa pakar astronomi diundang untuk memberikan masukkan terhadap draft Munas tentang kriteria waktu subuh. Karenanya, pembahasan terkait persoalan ini tidak hanya meninjau dari aspek teks syariah tetapi juga dari segi temuan saintifik.
“Dalam menyelesaikan masalah ini tidak hanya harus membuka teks-teks langit tapi juga harus meninjau teks-teks yang terhampar di alam,” kata Niki Alma Febriana Fauzi sebagai salah satu peserta Munas Tarjih.
Pembahasan terkait masalah ini, tambah Alma, merupakan lanjutan dari temuan Islamic Science Research Network (ISRN) UHAMKA, Pusat Astronomi Universitas Ahmad Dahlan (Pastron UAD), dan Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU). Berdasarkan temuan ketiga lembaga penelitian astronomi dan ilmu falak Muhammadiyah ini menyimpulkan bahwa ketentuan Kementerian Agama tentang ketinggian matahari pada waktu subuh di angka -20 derajat perlu dikoreksi.
“Ketiga penelitian lembaga astronomi itu memang berbeda angka soal ketinggian matahari, namun ketiganya sepakat bahwa ketinggian matahari -20 derajat kurang tepat. Tapi kita masih belum tahu bagaimana keputusan Muhammadiyah. Semoga di Munas ini ada jalan keluarnya,” kata Pengelola Pusat Tarjih Muhammadiyah ini. (ilham)
Hits: 11