MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Rasulullah telah mengabarkan kepada umatnya bahwa pada akhir zaman Islam akan kembali datang dalam keadaan terasing (gharib). Dan orang-orang yang masuk ke dalam keterasingan (ghuraba) itu akan lebih beruntung. Ghuraba seringkali dimaknai sebagai komunitas muslim yang mengisolasikan diri dari masyarakat, membedakan cara berpakaian, bahkan tak jarang istilah ini digunakan sebagai dalih melakukan kekerasan.
“Makna gharib itu apa aslinya? Seharusnya kata ini menjadi pemicu semangat untuk hidup, mengisi kita untuk hidup, tidak hanya untuk aspek ibadah mahdlah tetapi juga termasuk muamalah. Saya akan lebih memaknai istilah ini pada persoalan pergaulan dan prestasi,” terang Ustadi Hamsah dalam Pengajian Virtual yang diselenggarakan Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan pada Ahad (03/10).
Hadis yang tepat untuk menjelaskan makna ghuraba ini tak lain adalah hadis yang terdapat dalam Shahih Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana awal mula kedatangannya, maka beruntunglah orang-orang yang asing.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasul, siapa orang-orang asing yang engkau maksud?” Rasulullah menjawab, “Mereka itu orang-orang yang berbuat kebaikan di saat orang lain merusak,” (HR. Muslim).
Selain hadis, ayat Al-Quran yang menjelaskan makna ghuraba ini terdapat dalam QS. Al-An’am ayat 116. Allah Swt berfirman, Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan (QS. Al-An’am: 116). Hal senada juga terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 249, yang artinya, Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah: 249).
“Keterangan dari Al-Quran dan Hadis ini menggambarkan bagaimana kondisi kita sebagai umat Islam. Ketika Rasul mengatakan suatu saat umat Islam akan jadi ghuraba, tugas kita adalah bagaimana cara untuk membangkitkan semangat dalam menjalani hidup ini dan menciptakan prestasi gemilang,” tutur Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini.
Karenanya, dosen Filsafat Islam Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah ini menuturkan bahwa makna ghuraba adalah berlomba melakukan kebaikan di saat kebanyakan orang melakukan kerusakan. Kebaikan di sini dalam arti disiplin dan secara simultan melaksanakan ibadah mahdlah, dan berperan aktif dalam memberikan manfaat amal muamalah bagi lingkungan dan orang lain.
“Ini yang kita lupakan. Maksudnya, selama ini ghuraba seringkali dimaknai dalam ibadah mahdlah semata. Selalu itu yang ditekankan, memang tidak salah, tapi kita juga harus seimbang. Di Muhammadiyah, kita diajarkan untuk rajin melaksanakan ibadah, menegakkan akidah Islam yang murni, dan terlibat aktif dalam urusan-urusan kemaslahatan lingkungan dan orang lain,” kata Ustadi Hamsah.