MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal menyebut, terkait dengan relasi agama Islam dan masalah pandemic covid-19 jangan sampai nubuwwah (kenabian) Umat Islam berubah dari Nubuwwah Muhammad SAW, menjadi nubuwwahtu internet dan nubuwwahtu media sosial.
Ia mengukapkan, tantangan tersebut bukan hanya menjadi persoalan Muhammadiyah sendiri namun menjadi persoalan Islam seluruh dunia. Terkait dengan masalah relasi agama dan fenomena pandemi covid-19, menurut Fathur, fatwa kredibel hasil ijtihad kolektif ulama diacak-acak dengan adanya arus informasi media sosial.
Fathur memaparkan, di dunia Islam global, pandangan sempit tentang penutupan masjid akibat pandemi covid-19 ini juga masih eksis. Bahkan, di Maroko ada seorang syaikh yang dipenjara akibat pandangannya yang menyebut bahwa fatwa menutup masjid adalah suatu bentuk kemurtadan. Fenomena serupa juga terjadi di Mesir dan Saudi Arabiah.
“Yang kita khawatirkan kalau keberagamaan kita kemudian ini kenabiannya berpindah, dari kenabian Muhammad Alaihisalam menjadi nubuwatu internet, menjadi nubuwatu sosial media,” ungkapnya pada (7/7) dalam acara Rakor dan Sosialisasi Edaran PP Muhammadiyah secara daring.
Karena itu, ia mengajak kepada mubaligh dan umat Islam pada umumnya untuk mengikuti fatwa kredibel hasil dari ijtihad kolektif. Bukan malah mengikuti fatwa-fatwa dari media sosial. Fathur tidak menyebut bahwa ulama kredibel hanya ada di Muhammadiyah. Namun kolektifitas yang dibangun di Muhammadiyah sudah memberikan garansi, bagaimana fatwa itu dianggap kredibel.
“Saya kira di dunia trendnya adalah al ijtihad al jama’I, karena persoalan yang begitu dahsyat,” imbuhnya.
Fathur menerangkan, jika merujuk kepada kaidah-kaidah agama, tidak ada yang perlu diragukan atas fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Bahkan dari data yang berhasil ia himpung, fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih tersebut senada dengan fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga maupun organisasi Islam mayoritas.
“Mau sampai kapan kita sandarkan agama kita kepada Facebook. Jangan sampai kita katakan hadasani YouTube itu lebih marem dari pada qara’tu Fatwa Tarjih,” imbuhnya.
Fathurrahman Kamal menegaskan pada tahap sekarang ini, masalahnya bukan lagi pengetahuan agama, tapi masalahnya pada psikologi agama. Fathur menutup, bahwa kata kunci untuk melewati semua ujian ini adalah trust kepada Muhammadiyah atas apa yang sudah diputuskan.