MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA –KH Ahmad Dahlan adalah pembaharu pemikiran keagamaan. Oleh karena itu beliau amat terbuka, objektif dan bersahabat dengan siapa saja. KH. Ahmad Dahlan bahkan tak segan bertukar gagasan dengan kelompok yang berbeda aliran pemahaman.
KH. Ahmad Dahlan tak ragu jika harus didebat dan berdebat. Bagi KH. Ahmad Dahlan tak seorang pun boleh merasa puas diri. Ilmu bisa datang dari mana saja. Itu pula yang jadi alasan KH. Ahmad Dahlan mengundang tokoh komunis untuk memberikan pendidikan politik pada murid-muridnya di Muhammadiyah.
Imron Mustofa dalam buku KH. Ahmad Dahlan Si Penyantun (2018) mencatat kisah tersebut. Ketika itu KH. Ahmad Dahlan merasa perlu mendidik orang-orang Muhammadiyah agar paham masalah politik.
KH. Ahmad Dahlan mengundang aktivis dari Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) antara lain Ir. A. Baars, Darsono dan Semaun, kelak menjadi tokoh Partai Komunis Indonesia. KH. Ahmad Dahlan mengundang mereka ke Kauman.
Siapa sangka alasan KH. Ahmad Dahlan mengundang aktivis komunis tak lain untuk memperkuat pemaknaan keadilan sosial dalam Islam. Sebagaimana kita tahu bahwa gagasan utama komunisme adalah perjuangan sosial. Tampaknya KH. Ahmad Dahlan ingin mempelajari perspektif lain mengenai misi sosial bagi umat.
Perspektif alternatif itu sangat berguna untuk mendalami makna surat al-Ma’un. Di dalam surat Al-Ma’un, KH. Ahmad Dahlan mendefinisikan orang-orang miskin bukan hanya pada soal ketiadaan harta, tapi pada ‘posisi ketidakberdayaan’. Pemahaman inilah yang di kemudian hari membuat Kiai Dahlan menggarap dakwah Islam di berbagai bidang dari sosial, pendidikan dan kesehatan.
Pertemuan KH. Ahmad Dahlan dan tokoh komunis juga direkam oleh H.M. Sudja’ dalam buku Cerita Tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan (2018). H.M. Sudja adalah murid KH. Ahmad Dahlan, lebih dikenal dengan sapaan Kiai Sudja’.
Pada kesempatan itu, Darsono mengecam pemerintah Hindia-Belanda. Darsono menyebut pemerintah Hindia-Belanda sebagai kapitalis dan imperialis yang menindas dan merampas kesejahteraan rakyat. Berikutnya giliran Semaun yang banyak bicara mengenai ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Setelah Darsono dan Semaun selesai pidato. Pimpinan pertemuan mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi pidato Darsono dan Semaun.
Dampak pidato Darsono dan Semaun cukup besar pada Muhammadiyah. Dampak negatif adalah permintaan berhenti sebagai anggota Muhammadiyah oleh beberapa priyayi pamong praja. Sedangkan dampak positifnya adalah, sebagaimana ditulis Kiai Sudja’, semangat pada mubaligh Muhammadiyah untuk berdakwah. Menurut para mubaligh, jika komunisme saja bisa mempengaruhi banyak orang, mengapa ajaran Islam yang menjunjung keadilan dan kesetaraan tak bisa?
Editor: Fauzan AS