MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Begitu banyak Kiai Dahlan menapaki jejak pemikiran-pemikiran sarjana Muslim. Dari mulai Imam Syafii, Imam al-Ghazali, Ibnu Taimiyah sampai Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani. Haedar Nashir mengungkapkan bahwa persentuhan Kiai Dahlan dengan ragam buah karya sarjana Islam tersebut melahirkan kekhasan dalam pemikirannya.
“Rujukan-rujukan itu memberi warna dan inspirasi bagi Kiai Dahlan. Tetapi beliau juga sosok yang cerdas, sosok yang berpikir cemerlang, memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Sehingga ketika di belakang hari beliau bersentuhan dengan berbagai pihak, selalu ada inspirasi baru,” Haedar Nashir pada Kamis (27/05).
Ketika Kiai Dahlan berkunjung ke Solo dan memerhatikan aktivitas kepanduan, beliau mendirikan Hizbul Wathan. Saat berdiskusi dengan pastur Romo Van Lith yang memberinya inspirasi untuk membangun harmoni antar umat beragama. Saat mendirikan PKO, Kyai Dahlan tak canggung melibatkan dokter dari Belanda.
Begitu pula ketika Kiai Dahlan bergaul dengan tokoh-tokoh Boedi Oetomo yang memberinya inspirasi mengelola organisasi. Bahkan pernah berbincang dengan tokoh-tokoh yang berpandangan sosialis sekalipun seperti Simaun. Pergaulan Kyai Dahlan yang luas, kata Haedar, memberi karakter kuat pada dirinya. Ia sosok yang mau dan mampu bergaul dengan siapapun dan kelompok manapun.
“Artinya Kiai Dahlan memiliki radius pergaulan yang sangat luas. Dan dari momentum itu Muhammadiyah mampu bersamaan dengan Boedi Oetomo, termasuk dalam menyebarkan majalah Suara Muhammadiyah yang didirikan tahun 1915,” tutur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Dengan demikian, tegas Haedar, Kiai Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah merupakan sosok yang sejak awal memiliki pemikiran yang cerdas, haus akan ilmu pengetahuan, dan memiliki rujukan yang padat referensi. Dengan segudang kelebihan tersebut, Kiai Dahlan tetap merupakan tokoh pembaharu yang memiliki alam pemikiran yang merdeka.
“Dalam rentang usia yang sebenarnya masih belia, yaitu 55 tahun, tetapi dengan kecerdasannya mampu mempelopori sejumlah pembaharuan pemikiran keislaman dan praktek Islam yang tajdid,” tutur Haedar.