MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Pada saat Pandemi Covid-19 masih berkecamuk beberapa waktu silam, di internal ulama Muhammadiyah muncul perdebatan tentang pelaksanaan ibadah Jum‘at secara daring atau online. Ibadah Jum‘at online merujuk pada khutbah dan salat Jum‘at yang dilaksanakan secara online melalui aplikasi telekonferensi video, dalam hal ini Zoom Clouds Meeting.
Dalam acara Sekolah Tarjih pada hari Sabtu (05/08), Ketua Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Ruslan Fariadi, memberikan klarifikasi tegas terkait posisi resmi Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam hal ibadah Jum‘at online.
Ruslan Fariadi dengan tegas menjelaskan bahwa Majelis Tarjih belum menemukan dalil atau alasan yang kuat untuk mengganti salat Jum‘at dengan salat Jum‘at secara online. Menurutnya, dalam kondisi darurat atau kendala yang menghalangi pelaksanaan salat Jumat, ada keringanan yang dapat diberikan. Keringanan ini berupa menggantikan salat Jum‘at dengan salat zuhur empat rakaat. Ia mengingatkan bahwa pengalaman beribadah secara fisik memiliki dimensi rohaniah yang mendalam dan tidak dapat sepenuhnya direplikasi melalui media digital.
Ruslan Fariadi menyoroti pentingnya makna dan nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam ibadah Jum‘at. Ia mengungkapkan bahwa digitalisasi dapat mereduksi esensi dari ibadah tersebut, serta berpotensi mengurangi ikatan sosial dan spiritual umat. Pengalaman kolektif yang tercipta ketika umat berkumpul bersama dalam masjid memiliki signifikansi yang tidak bisa diabaikan.
Pernyataan ini menjadi panduan yang jelas bagi warga Muhammadiyah dalam menghadapi situasi kedaruratan seperti pandemi ini. Meskipun ada wacana mengenai pelaksanaan salat Jumat online, Muhammadiyah menekankan pentingnya memahami dampak dari digitalisasi terhadap esensi ibadah. “Jika masih ada yang melakukan salat jumat online, maka itu pandangan pribadi, bukan pandangan Majelis Tarjih,” ucap dosen Universitas Ahmad Dahlan ini.
Muhammadiyah tetap teguh dalam keyakinannya bahwa ibadah Jum’at memiliki dimensi rohaniah yang hanya dapat sepenuhnya dihayati melalui kehadiran fisik dan interaksi sosial yang nyata. Ruslan Fariadi menekankan bahwa pelaksanaan ibadah khusus seperti salat Jum’at harus mengikuti ketentuan-ketentuan umum yang diarahkan oleh Nabi Muhammad, sesuai dengan prinsip bahwa aturan ibadah khusus hanya berasal dari Allah dan Rasul-Nya.
Hits: 229