MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah bersama Lembaga Pengembangan Pesantren (LPP) PP Muhammadiyah mendukung penyelenggaraan forum webinar yang digelar oleh Maarif Institute dan Institut Leimena, Kamis (10/3)
Dalam pidato kuncinya, Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), menyampaikan UNESCO telah menempatkan pendidikan sebagai kunci dalam kemajuan sebuah bangsa, di samping kesehatan. Keduanya, kesehatan dan pendidikan ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain saling menguatkan.
Selanjutnya Muhadjir Effendy mengatakan PBB melalui UNESCO telah mencanangkan 4 pilar pendidikan yaitu learning to be, learning to know, learning to do, dan learning to live together.
Muhadjir menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia telah dimulai sejak sebelum kemerdekaan berupa lembaga pendidikan tradisional berbasis agama. Pondok pesantren muncul sebagai pendidikan berbasis agama Islam di kantong-kantong perjuangan sekaligus menjadi pusat perlawanan terhadap penjajah.
“Indonesia dengan realita kehidupan aneka ragam, termasuk agama, adalah ciri atau karakter bangsa. Di situ dituntut kesediaan toleransi, saling menghargai, dan tenggang rasa. Maka muatan berkaitan semangat inklusif yang diprakarsai lembaga pendidikan keagamaan termasuk madrasah, menjadi sangat penting,” kata Muhadjir kepada lebih dari 1.100 peserta webinar.
Sementara itu, Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO, Ismunandar, mengatakan visi pendidikan 2050 menggarisbawahi kebutuhan akan solidaritas global. Ismunandar mencontohkan ancaman kepada bumi karena eksploitasi kebutuhan dan gaya hidup manusia.
“Saat ini dibutuhkan 1,6 bumi atau hampir 2 bumi untuk memenuhi jejak karbon manusia,” ujarnya.
Masalah lainnya adalah turunnya demokrasi dan bangkitnya supremacism dan chauvinism. Di samping itu, kesenjangan digital menghambat akses kepada pendidikan terutama saat pandemi, serta munculnya kecerdasan digital yang diprediksi bisa menghilangkan banyak pekerjaan di dunia.
“Semua ini kuncinya adalah bagaimana solidaritas global. Sudah disadari banyak problem kehidupan manusia yang membutuhkan solusi bersama-sama seluruh penduduk bumi,” lanjut Ismunandar.
Madrasah Sebagai Model Solidaritas
Konsultan Filantropi dan Pengembangan Museum Islam Kota New York, Amerika Serikat, Randa Kuziez berpendapat madrasah bisa menjadi model penting dalam solidaritas global.
Sebagai contoh, sekolah-sekolah Islam di AS menjadi memungkinkan anak-anak maju secara akademik dan pengetahuan tradisi Keislaman. Keberadaan sekolah-sekolah Islam itu meningkatkan solidaritas manusia yang bersumber dari Al-Quran.
“Alquran menyatakan Tuhan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Lita’arafu. Ayat ini sangat penting dipahami masyarakat, bahwa tanggung jawab kita membangun solidaritas dengan semua orang,” kata Kuziez.
Sementara itu Guru Besar Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Amin Abdullah mengatakan meski visi pendidikan 2050 UNESCO menekankan pentingnya solidaritas global, namun dalam realitasnya tidak semua penganut agama siap menghadapi kenyataan sosial baru atau pergeseran mendasar dalam hubungan sosial, kultural, dan keagamaan.
Adapun Mudir Pondok Modern Muhammadiyah Paciran Lamongan, Jawa Timur, M. Rifqi Rosyidi, dalam kaitan visi pendidikan 2050 itu mengingatkan agar upaya madrasah dalam memperbaiki kualitas manusia lewat pemantapan akidah/tauhid tidak melulu dikaitkan dengan gerakan radikalisme dan terorisme.
“Landasan teologi yang kuat dan benar mampu menghadirkan pribadi-pribadi sangat inklusif. Umar bin Khatab dikenal sebagai figur yang tegas dalam masalah akidah, tapi tindakannya sangat inklusif,” ujarnya. (Syifa/Afandi)
Hits: 8