MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Di luar masalah pandemi, keberagaman masyarakat Indonesia dianggap terancam oleh tidak terkontrolnya laju modernisasi.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menilai hal itu nampak dari langkanya berbagai kegiatan kewargaan di tingkat komunitas masyarakat yang paling kecil seperti kampung.
Kegiatan bersama seperti nonton bareng, pos ronda, dan lain sebagainya yang melibatkan interaksi masyarakat kini dianggapnya mulai pelan-pelan hilang seiring dengan teknologi digital yang mengarahkan manusia pada individualisme.
“Nah sarana-sarana seperti itu kan sekarang ini hilang. Jadi orang itu menonton dengan gadget, jadi mereka itu menonton sendiri. Suasana kebersamaan yang membuat kita sebagai bangsa yang beragam itu tidak terjadi,” ungkap Mu’ti dalam forum diskusi daring Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum, Senin (16/8).
“Sarana-sarana seperti ini sekarang terdelusi seiring dengan teknologi. Dan oleh karena itu menurut saya sarana-sarana sosial yang sebenarnya telah kita miliki itu perlu dihidupkan kembali,” tambahnya.
Sarana kultural semacam ini menurut Mu’ti perlu dijaga jika pandemi telah berhasil diatasi. Selain sarana kultural, pendekatan struktural juga dianggap penting agar pemahaman kebhinekaan masyarakat Indonesia melalui interaksi dengan warga lain yang berbeda tidak mengalami peluruhan.
“Nah regulasi itu harus menjadikan eksistensi dari masing-masing kelompok yang ada di tanah air ini karena kalau tidak ada jaminan legal konstitusional, bisa jadi kebhinekaan atau keberagaman itu tidak akan mendapatkan jaminan dan tidak akan ada perlindungan. Nah karena itulah maka perangkat-perangkat konstitusional yag ada di Indonesia ini di semua level itu harus memberikan jaminan terhadap eksistensi dari kebhinekaan itu apakah itu keberagaman suku, agama, itu harus ada jaminan konstitusionalnya” jelasnya.
Hits: 14