MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Istilah talqin secara spesifik berarti membimbing seseorang yang sekarat untuk bersyahadat. Hal ini didasarkan atas tuntunan Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri: Talkinlah seorang yang “wafat” di antara kalian dengan kalimat “La ilaha illallah” (HR. Muslim). Persoalannya adalah apakah istilah wafat di sana sebelum atau sesudah wafat?
Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Arifudin mengatakan maksud dari hadis di atas bukan mentalqin orang yang sudah meninggal, melainkan untuk seseorang yang sedang sekarat. Hal tersebut berdasarkan Hadis Nabi Saw di mana Beliau bersabda bahwa “siapa pun yang akhir ucapannya (ketika menjelang ajal) kalimat La ilaha illallah maka ia masuk surga” (HR. Abu Dawud).
“Salah satu tanda seseorang mendapatkan husnul khatimah dan mendapatkan surga, maka sunnahnya adalah kita mentalqin sebelum orang tersebut wafat, tujuannya agar mau mengucap kalimat tahlil sebelum menghadap Allah,” terang Arifudin dalam kajian yang diselenggarakan Masjid KH. Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Kamis (16/03).
Arifudin yang juga seorang dokter mengungkapkan bahwa tidak mudah mengucap kalimat Laa ilaha illallah di saat sekarat. Hal ini tentu saja tergantung amal ibadah yang dilakukan selama sehat wal afiyat. Lebih dari itu, keluarga terdekat harus menemani anggotanya yang sedang dalam keadaan kritis. Dengan hadirnya keluarga, sedikit banyak pasien akan terbantu mengucap kata-kata yang baik seperti ucapan syahadat.
“Mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah di kala sekarat jangan dikira mudah. Penelitian menyebutkan bahwa pasien yang bisa mengucap kalimat itu tidaklah banyak, justru lebih banyak yang berteriak. Makanya kita harus mendampingi keluarga kita tatkala sekarat,” ujar Arifudin.