MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Barangkali kita masih ingat ketika Menteri Agama RI Fachrul Razi nampak kesal dicecar oleh Ali Taher Parasong, anggota DPR RI dari fraksi PAN dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI pada September tahun lalu.
“Apakah itu betul atau tidak coba nanti Pak Menteri mengklarifikasi. Tapi publik sudah mengatakan itu. Sampai saya bertanya Pak Menteri Agama ini agamanya Islam atau bukan?” cecar Ali Taher mendesak Fachrul Razi mengklarifikasi pernyataan kontroversialnya tentang bibit radikalisme.
Tapi itulah sosok Ali Taher Parasong, beberapa orang menyebutnya sebagai singa podium karena sikap kritisnya di dalam berbagai sidang parlemen.
Ali Taher merupakan keluarga Muhammadiyah tulen. Dirinya, istri dan seluruh putra putrinya merupakan kader Persyarikatan.
Di luar anggota DPR RI, publik mengenalnya sebagai sosok yang belas kasih, dermawan, dan mewakafkan dirinya 24 jam untuk umat Islam.
“Tak pernah lelah untuk berdakwah, tak ada kata istirahat untuk berdakwah. Kalau bisa 24 jam itu orang itu tidak tidur, lalu pikirkan untuk berdakwah, nah beliau ini,” kenang Sedek Bahta, putra Allahyarham mendiang Ali Taher Parasong.
Dalam Takziah Online Ali Taher Parasong yang diadakan oleh PP Pemuda Muhammadiyah, Senin (5/1) Sedek mengisahkan bahwa ayahnya tak pernah mempedulikan kepentingan dirinya ketika ada kepentingan umat yang membutuhkan keterlibatannya.
“Di Banten, beliau itu sangat support, apapun kegiatannya. Kalau soal dakwah Muhammadiyah beliau pasti support. Dari tiga unsur amal jariyah, Bang Ali punya semuanya,” rangkum Mufrod, Ketua PWPM Banten turut mengenang.
Kawan semasa kecil Ali Parasong, Abdul Malik Usman turut menceritakan bahwa almarhum tidak perhitungan dalam berderma. Kesulitan hidupnya semasa kecil hingga dewasa membentuk karakter murah hati.
“Jadi kalau cerita mengalami situasi, satu penderitaan, krisis, itu bukan cerita fiktif, dialami langsung. Membekas di dalam jiwanya, sehingga beliau selalu berpikir ketika sukses berkatnya dinikmati juga oleh orang-orang susah, bahasanya menghapus airmata penderitaan dengan airmata kebahagiaan,” tutur Abdul Malik Usman haru.
Ali Taher Parasong Sosok yang Dermawan
Menurut Usman, kedermawanan Ali Taher juga terwujud dalam pembangunan di kampung halaman tempatnya lahir 60 tahun lampau. Almarhum membangun sekolah dari SD hingga SMA. Bahkan, menurutnya ada salah satu sekolah yang beliau tanggung semua biaya operasionalnya selama lima tahun.
“Di mata warga di kampung kami dan sekitarnya, beliau adalah sosok yang sangat-sangat dermawan,” imbuhnya.
Ali Taher Parasong wafat di RS Islam Jakarta Cempaka Putih, Ahad (3/1) karena Covid-19. Meskipun kondisinya memburuk, Ali Taher seperti biasa tak mau menampakkan sikap selain optimisme dan selalu menyembunyikan rasa sakit yang dideritanya.
Wajar jika kemudian kepergian seorang almarhum tidak hanya dirasakan berat oleh keluarga almarhum saja, tetapi juga orang-orang yang sempat bersentuhan langsung dengan beliau, terutama aktivis muda Muhammadiyah.
“Kami sudah biasa kalau beliau mewakafkan dirinya. Saya merasa beliau masih ada di sini, saya melihat beliau hanya sedang pergi dinas saja,” ucap putri Ali Taher, Immawati Nur Izzati Ramadan seakan tak percaya. (afn)