MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan Fachrodin Award yang digagas Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah merupakan satu ikhtiar untuk mengenang kembali dan juga menjadikan suatu inspirasi dari seorang tokoh yang boleh jadi tidak dikenal banyak orang tetapi telah menggoreskan peran dan kontribusi yang besar baik bagi Muhammadiyah maupun bagi bangsa.
Haedar menambahkan, Fachrodin adalah sosok kader dan tokoh Muhammadiyah generasi awal yang belajar banyak dari Kiai Dahlan tetapi juga seorang otodidak.
“Beliau meskipun tidak memperoleh pendidikan umum tetapi bertumbuh menjadi seorang penulis yang tajam dan disegani oleh Pemerintah Belanda saat itu. Karena kepiawaiannya dalam menulis maka Fachrodin menjadi orang pertama yang memimpin redaksi Majalah Suara Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1915,” tutur Haedar Nashir dalam acara Fachrodin Award yang digelar pada Sabtu (19/12).
Fachrodin dengan pikiran-pikirannya yang cerdas, tajam, menurut Haedar telah memperjuangkan nasib rakyat termasuk dalam usaha untuk membangkitkan perlawanan kaum buruh, khsusunya pabrik tebu di Yogyakarta untuk memperjuangkan hak-haknya sehingga dianggap sebagai ancaman bagi Pemerintah Belanda.
“Pikiran-pikiran tajam dan progresif dari seorang Fachrodin inilah yang memberi warna dari orientasi pemikiran yang bersifat kerakyatan atau orang mungkin bisa menyebut sebagai tokoh kiri Muhammadiyah tetapi pandangan-pandangan yang progresif untuk rakyat dalam perlawanan Belanda itu lahir dari pemikiran ke-Islaman,” jelasnya.
Fachrodin juga menjadi seorang yang piawai di dalam menjalankan peran dakwah. Dia banyak diberi tugas oleh Kiai Dahlan dan generasi awal Muhammadiyah untuk banyak peran, termasuk yang monumental adalah ketika beliau diutus pada tahun 1921 menjadi perwakilan Muhammadiyah selama 8 tahun mengkaji secara langsung tentang nasib para para haji Indonesia di Saudi yang saat itu dianggap sebagai kurang memperoleh perlakuan yang baik sehingga dari peran dan tugas itu selama 8 tahun di Saudi beliau kemudian mendorong lahirnya Badan Penolong Haji Muhammadiyah.
“Dan Fachrodin juga pernah bertugas untuk Konferensi Islam di Kairo, Mesir mewakili Islam dan Pergerakan Muhammadiyah,” imbuh Haedar.
Pengalaman ini menunjukan seorang tokoh yang tidak berpendidikan umum tetapi menggali api Islam dan sekaligus juga mampu bergaul dengan berbagai kalangan termasuk dengan tokoh Suryo Pratomo yang menjadi tokoh Sosialis saat itu dan menghantarkan menjadi tokoh muda Muhammadiyah yang melintas batas.
“Dari pengalaman ini maka, layak jika Muhammadiyah mengenang dan menjadikan tokoh ini sebagai satu diantara momen untuk menyelenggarakan Fachrodin Award bagi generasi muda,” ucap Haedar.
Haedar mengimbau generasi muda agar dapat belajar dari Fachrodin untuk bagaimana menjadi pejuang dan pembela rakyat sekaligus juga menjadi seorang yang berpikiran cerdas dan menjadi penulis yang saat itu merupakan tokoh yang langka dan bisa menerjemahkan aspirasi di dalam tulisan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Dalam konteks inilah maka dengan tema “Peran Tokoh Lokal: Kontribusi Muhammadiyah untuk Kemajuan Bangsa” maka Fachrodin Award dapat dijadikan sebagai ikhtiar mereproduksi kehadiran tokoh dan pejuang Islam, pejuang bangsa untuk menjadi komitmen, inspirasi dan role model bagi kaum muda.
“Mudah-mudahan acara ini menjadi inspirasi yang luas bagi masyarakat agar kita menghargai para tokoh dan pahlawan bangsa sekaligus juga menjadikannya inspirator sekaligus juga role model bagi pengkhidmatan warga bangsa, elit bangsa, bagi kemajuan Indonesia. Dari Islam dan Muhammadiyah lahir pandangan, pengkhidmatan, dan kontribusi untuk kemajuan bangsa,” tutupnya. (adam/andi)