MUHAMMADIYAH.ID, SULAWESI UTARA – Islam menjelaskan bahwa tugas manusia di muka bumi adalah sebagai khalifah. Khalifah adalah orang yang mengelola dan memakmurkan bumi dengan arahan Allah swt.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, semangat menjalankan peran khalifah mewujud dalam diri penggerak Persyarikatan yang telah dicontohkan langsung oleh pendirinya, yakni Allahyarham Kiai Ahmad Dahlan.
“Dengan jiwa khalifatul fil ardh itu lalu kita adapt (terima) dinamika bahwa dunia ini bukan untuk kita jauhi, bukan untuk kita musuhi tapi juga kita tidak tenggelam dalam dunia ini. Tapi apa yang disebut Allah wabtaghi fima aatakallaha darul akhirah, wa laa tansa nasiibaka minad dunya,” terang Haedar mengutip Al Qashas ayat 77.
Dalam forum Pendataan dan Pembinaan Masjid-Mushola Muhammadiyah se-Sulawesi Utara, Ahad (27/6) Haedar lalu menjelaskan bahwa sifat kekhalifahan itu adalah dinamis. Berbeda dengan sifat ibadah yang tetap karena harus taslim (tunduk dan taat).
Atas sifat itulah, Muhammadiyah hadir sampai ke seluruh pelosok di Indonesia, termasuk hadir di 27 negara dan berusaha terus meluaskan geraknya dengan tujuan untuk memakmurkan dunia.
“Bisa dibayangkan pada generasi kedua (Muhammadiyah) sudah masuk Sulawesi, Papua, Aceh dan sebagainya. Tidak mungkin itu jika tanpa jiwa ikhlas dan jiwa ibadah,” terangnya.
“Maka orang Muhammadiyah selain rendah hati, tawadhu, ibadahnya baik, tanpa tazzakkuh (merasa paling bersih dan benar), tapi juga progresif, dinamis, maju. Itu perpaduan antara jiwa ibadah dan jiwa kekhalifahan. Nah itu harus terus hidup di dalam Muhammadiyah, apalagi para pimpinan,” pesan Haedar.
Jiwa kekhalifahan itu juga yang menjadikan Kiai Ahmad Dahlan penuh pengorbanan membesarkan Persyarikatan Muhammadiyah.
“Kiai Dahlan di ujung hayatnya masih terus aktif sampai ditegur dan kemudian disuruh istirahat. Apa kata Kiai Dahlan? Saya sedang meletakkan fondasi dan kalau saya hentikan ini, maka akan berat kelak nanti bagi para penerus. Nah itu tercermin dari situ,” jelas Haedar.
“Nah kalau kita kena Covid, ada keterbatasan dari Yogya, dari Jakarta lalu membuat kita surut atau kurang dalam ber-Muhammadiyah ya kita charge lagi jangan-jangan jiwa ikhlas ibadah dan jiwa kekhalifahan kita kurang hidup di dalam diri kita, karena itu yang membedakan kita sebagai muslim, sebagai mukmin dari mereka yang tidak beragama, dari mereka yang sekuler dan sebagainya,” pesannya.