MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Madrasah dan pesantren dinilai berperan penting dalam membangun kehidupan masyarakat Indonesia yang toleran dan inklusif. Demikian diterangkan dalam forum webinar internasional Leimena Institute, Sabtu (28/8).
Terkait hal itu, Direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta Aly Aulia memaparkan bahwa madrasah dan pesantren Muhammadiyah, terutama Mu’allimin tidak mau terjebak oleh anggapan umum, tapi berusaha untuk merevitalisasi sistem secara berkala.
“Eksistensinya terkait dengan jumlahnya, prestasi, kuantitas dan kualitasnya banyak dipuji oleh masyarakat muslim, tapi juga seringkali jadi kecaman sebagai penghambat kemajuan Islam. Karena itu, diskusi ini terus kita kaji dan perbincangkan,” tutur Aly.
Kebutuhan merevitalisasi sistem secara berkala menurut Aly guna membentuk pesantren dan madrasah yang mampu menghadapi perkembangan global.
“Tantangan selain perkembangan global, adalah manajerial, termasuk sistem pendidikan antara tradisional atau modern dalam konteks keterbukaan terhadap pembaharuan. Jadi perlu ada reaktualisasi,” katanya merujuk pada pembaruan sistem Mu’allimin yang telah dilakukan selama 102 tahun.
Pesantren Harus Mewujudkan Perintah At Taubah Ayat 122
Bagi Madrasah Mu’allimin sendiri, Aly menganggap lembaga pendidikan harus mampu mengamalkan perintah Alquran dalam surat At Taubah ayat 122.
“Ketika dikaitkan dengan bagaimana pesantren fungsi dan isi pesantren dalam rangka menghasilkan lulusan yang tidak hanya fakih dalam ilmu agama yang luas, tapi juga perlu ada fakih dalam masalah keumatan,” jelas Aly.
Dalam usaha ini, Madrasah Mu’allimin menurutnya mewajibkan kepada para santrinya untuk mengembangkan dan menguji pemahamannya dengan turun langsung ke masyarakat.
“Dalam aspek kemasyarakatan misalnya, belajar itu tidak hanya di kelas, tapi juga belajar amal harus dipraktekkan. Misalkan Ramadan kita tidak libur, tapi minta para santri untuk berkiprah di masyarakat, untuk tahu realitas dan berinterksi dengan keragaman yang ada,” ungkap Aly.
“Semangat internalisasi nilai. Bahwa memang dia belajar, membayar, lalu belajar menjadi baik. Baru kemudian ada semangat berguna, sejahtera dan mensejahterahkan. Jadi tidak sekadar daftar, bayar, belajar, lalu bekerja,” sebut Aly.
Hits: 0