MUHAMMADIYAH.ID, TANGERANG — Lingkungan inklusi di lembaga pendidikan Muhammadiyah adalah warisan besar KH. Ahmad Dahlan yang menginginkan Muhammadiyah sebagai wahana dakwah dan pendidikan untuk membawa ideologi pembaruan untuk kemajuan bangsa.
Hal tersebut menurut Rektor Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITBAD), Mukhaer Pakkanna ditekankan oleh KH. Ahmad Dahlan bahwa, Muhammadiyah bukanlah organisasi yang bergerak pada bidang politik.
“Sejak awal beliau menekankan agar Muhammadiyah bukanlah organisasi bergerak di bidang politik. Tapi lebih banyak bergerak di bidang sosial, terutama pendidikan masyarakat. Bagi Kiai Dahlan, Muhammadiyah sebagai wahana berdakwah dan pendidikan untuk membawa ideologi pembaruan, untuk kemajuan bangsa,” tulis Pakkanna saat dikonfirmasi reporter muhammadiyah.or.id pada (3/12).
Kiyai Dahlan Menjaga Keragaman
Di kampus ITBAD, ia merasakan warisan Kiai Dahlan begitu hangat menjaga keragaman. Persinggungannya dengan mahasiswanya yang non-muslim semakin membuat dirinya yakin bahwa, pilihan Ahmad Dahlan yang tidak menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi politik adalah benar.
Lingkungan pendidikan Muhammadiyah adalah realitas Bhineka Tunggal Ika yang selama ini didenggungkan oleh banyak pihak. Mahasiswa non-muslim di kampus Muhammadiyah diberikan pelayanan yang sama dengan mahasiswa lain. Mereka diberikan keluasan untuk aktif berorganisasi bersama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
“Mereka ini sejak kuliah banyak di antara mereka menjadi anggota dan pengurus aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan telah mengikuti tahapan perkaderan Darul Arqam Dasar (DAD). Kendati mereka itu istiqamah dengan agamanya.” tutur Rektor ITBAD.
Setiap Muslim Perlu Menjalin Pesaudaraan
Mengutip Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), Pakkanna menyebut didalamnya secara eksplisit menuntun agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan sesama, seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya.
“Masing-masing dengan memelihara hak dan kehormatan, baik dengan sesama muslim maupun dengan non-muslim dalam hubungan ketetanggaan.” sambungnya.
Ia meminta supaya lingkungan inklusi di lembaga pendidikan Muhammadiyah senantiasa dirawat dan sebarluaskan. Karena hal tersebut merupakan implementasi ajaran Islam yang ramah, menjaga kemanusiaan, tidak diskriminatif, dan senantiasa menjunjung keadilan.
Jangan sampai sulaman keragaman bangsa Indonesia rusak dan koyak akibat motif-motif dangkal untuk pemenuhan syahwat kekuasaan. Oleh karena itu, Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA) harus istiqamah menyemai keragaman, sikap inklusif, dan tentu di atas nilai-nilai cinta dan kasih sayang sesuai dengan ajaran Agama Islam.
Kuliah di ITBAD Sekaligus Aktivis Greja
Akhri November 2020 ITB AD melangsungkan proses wisudah secara daring dan luring. Menariknya, puluhan mahasiswa dari berbagai wilayah, misalnya, dari Maluku Tengah, Toraja, Sebatik, NTT, dan lainnya yang non-muslim turut hadir dan didampingi orang tuanya
Diantaranya ada Paulus Nali, peserta wisudah yang mengaku bahagia bisa kuliah di ITBAD. Padahal diselah kesibukannya kuliah dan bekerja, Paulus Nali merupakan aktivsi pemuda greja di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Mahasiswa asal Miomaffo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara menikmati proses belajar di Kampus Muhammadiyah yang menurutnya terbuka, demokratis, partisipatif, dan tidak esklusif. Bahkan mereka ini jika ada kegiatan seremoni kampus, sering tampil sebagai tim paduan suara.
Mereka menyanyikan Mars Muhamamdiyah dan Mars IMM, bahkan kini diantara mereka juga ada yang fasih belajar Bahasa Arab dan Al Qur’an.
“Sesekali mereka berkelakar, Kami sudah bermuhammadiyah, tapi belum berislam.” Kata Pakkanna menirukan