MUHAMMADIYAH.OR.ID, PONOROGO—Melalui ibadah puasa kita diajarkan menghentikan sejenak rutinitas perut, mulut, dan kelamin, melepaskan diri dari kemelekatan dunia. Ibadah puasa ini merupakan ajaran purba yang juga berlaku kepada umat-umat sebelum Nabi Muhammad. Tujuannya adalah untuk menjadi manusia yang bertakwa.
Berkenaan dengan hal ini, Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Fathurrahman Kamal dalam Pengajian Ahad Pagi yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Ponorogo pada Ahad (04/04) menyampaikan penjelasan yang cukup komprehensif. Selain menjelaskan esensi takwa, beliau juga mengutip pendapat beberapa ulama muktabar tentang beberapa indikator takwa.
Fathurrahman mengutip seorang ulama besar yaitu Imam Ibnu Rajab al-Hambal yang menjelaskan bahwa takwa adalah ketika seorang hamba membuat sebuah perlindungan dari segala sesuatu yang ditakutkan antara diri dan siksa Allah Swt. Selain itu, menurut Ibnu Qayyim al Jauziyyah, takwa adalah mengamalkan segala bentuk ketaatan kepada Allah Swt yang didasari dengan keimanan dan harapan terhadap ridla Allah, baik dengan menjalakan segala perintah atau menjauhi segala larangan-Nya.
“Allah berjanji pada orang bertakwa, saya kira banyak ayat-ayat takwa. Misalnya, disiapkan surga yang sedemikian dahsyat, yang kenikmatannya itu tidak pernah terbayangkan oleh apapun, tidak pernah terlihat oleh indera mata kita, bahkan tidak sanggup kita imajinasikan. Itu yang Allah janjikan kepada orang-orang yang bertakwa,” tutur Fathurrahman. Karenanya, kata Fathurrahman, takwa adalah komitmen kita untuk menjadi hamba Allah yang semurni-murninya. Dengan takwa kita dapat meraih kunci ridha Allah yang kemudian diwujudkan secara nyata dalam bentuk surga, lengkap dengan segala kenikmatan tiada tara. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan. Mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan Tuhan kepada mereka; dan Tuhan memelihara mereka dari azab neraka.” (QS ath-Thur: 17-18).
Hits: 16