MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– Sama-sama menyembah Allah, namun konsep Tuhan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad serta kaum muslimin dengan kaum Quraisy berbeda. Sebab konsep Tuhan yang dibawa Nabi Muhammad SAW berimplikasi pada keadilan, sementara Tuhan menurut Kaum Quraisy dipakai melanggengkan ketimpangan.
Ahmad Syafi’i Ma’arif menjelaskan, Allah Swt bagi Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslim adalah Allah Swt yang bukan hanya pencipta, tapi juga pendidikan, dan pemelihara. Hal tersebut disampaikan Buya Maarif dalam Pengajian Umum PP Muhammadiyah pada (14/8) secara daring.
Melalui pengajian ini, PP Muhammadiyah ingin mengajak kepada kaum muslim Indonesia mengambil spirit hijrah untuk mewujudkan cita-cita bangsa.
Buya Syafi’i dalam pemaparannya menyinggung, bahwa kehadiran Nabi Muhammad Saw di tengah-tengah oligarki kuat Kelompok Quraisy adalah untuk memangkas ketimpangan yang selama ini terjadi diantara mereka.
“Ketimpangan sosial yang begitu tajam itu ingin diubah, dan ini pasti menimbulkan kegoncangan. Sebab hak-hak istimewa Quraisy akan berantakan,” katanya.
Hal itu disebabkan karena ajaran tauhid yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw bagi kehidupan dan tatanan sosial adalah terwujudnya keadilan dan tegaknya persamaan.
Menurut Buya, Nabi Muhammad Saw sebagai manusia biasa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata manusia, sebelum mengerti iman dan kitab, beliau sudah memiliki kepekaan atas ketimpangan yang terjadi disekitarnya. Kepekaan tersebut kemudian diperkuat landasan teologisnya dengan wahyu yang ia terima melalui Malaikat Jibril.
“Tauhid yang diajarkan itu mempunyai implikasi dalam kehidupan sosial, dalam kehidupan masyarakat menegakkan keadilan, menegakkan persamaan ini tidak bisa diterima oleh orang Quraisy,” sambungnya
Ajaran tauhid yang berimplikasi pada keadilan, menurut Buya Syafi’i menjadi pemicu perlawanan yang kuat dari kelompok Quraisy. Sebab, jika hanya mengajarkan Allah itu ada, mereka akan terima dan tidak memberikan perlawanan mulai dari cara yang halus sampai kasar.
Ancaman sengit akibat usaha menerapkan keadilan di muka bumi tersebut yang membuat Rasulullah Hijrah dari Mekkah ke Yastrib/Madinah. Menurut Buya Syafi’i, Nabi Muhammad Saw awalnya juga merasa berat menerima risalah tauhid tersebut, karena berpotensi memecah belah keluarga dan kesukuannya.
Meski mendapat jaminan dari Allah SWT atas Nabi Muhammad Saw, namun jaminan tersebut tidak diberikan langsung berupa membinasakan kaum Quraisy dan musuh-musuh yang lain. Melainkan proses yang ditempuh nabi adalah berdialog dan melalui cara-cara yang manusiawi.
Hits: 37